Lingkungan

Lima Langkah Kelola Lahan Gambut Secara Aman

Jum, 14 Juni 2019 | 08:37 WIB

Jakarta, NU Online
Indonesia memiliki lahan gambut di 7  daerah, yaitu Provinsi Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah. Ketujuh daerah tersebut memiliki sumber alam yang mumpuni untuk diolah menjadi kawasan pertanian.

Berbeda dengan kawasan lain, tanah gambut  yang ada di 7 provinsi itu memiliki perbedaan dalam tata cara mengelolanya. Berikut lima langkah mengelola lahan gambut menjadi lahan pertanian menurut Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia.

Menurut Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG), Myrna A Safitri, setidaknya ada lima langkah dalam mengelola lahan gambut agar tidak menimbulkan bencana.

Pertama, mengenali dan memahami tipe dan perilaku lahan. Penting mengenali ekosistem tanah gambut untuk dilakukan upaya yang mengarah kepada pemulihan tanah gambut. Sebab tanah gambut berbeda dengan tanah pada umumnya.

Misalnya, menggemburkan tanah gambut membutuhkan waktu yang lumayan panjang agar tanahnya normal seperti tanah yang lain. Kemudian, pemulihanya hanya bisa dilakuan dengan pupuk alami. Karena, pupuk kimiawi sangat berbahaya terhadap gambut yang berada dibawah tanah itu sendiri.

Kedua, memanfaatkan dan menata lahan sesuai dengan tipologinya dengan mengubah lingkungan secara drastis

Tahap kedua petani harus melakukan penataan yang baik, agar tanah yang sudah digemburkan bisa dikelompokan berdasarkan tigkat pemulihan tanah gambut itu sendiri. Artinya, tanah yang sudah siap ditanami tentu tidak harus dilakukan proses panjang, cukup diolah untuk peanamannya saja.

“Maksud tipologi tanah yakni struktur tanah gambut apakah bisa langsung ditanami atau harus menunggu proses tahapan lain, kemudian jenis pertanian apa yang cocok untuk gambut itu, apakah padi atau jenis tumbuhan lain. Atau bahkan justru tidak cocok untuk pertanian itu bisa diketahui setelah melakukan  penataan sesuai dengan typologinya,” tukasnya kepada NU Online di Jakarta, Kamis (13/6).

Ketiga, menerapkan sistem tata air yang dapat menjamin kelembaban tanah/menghindari kekeringan di musim kemarau dan mencegah banjir di musim hujan

Seperti kita ketahui, tanah gambut tidak boleh kering. Jika hal itu terjadi maka potensi kebakaran sangat besar. Untuk itu harus ada persiapan khusus oleh petani dengan menjamin kelembaban tanah. Upaya itu bisa dilakukan petani dengan membuat kanal kanal secara terstruktur sehingga tanah gambut tetap basah.

Keempat, tidak melakukan perluasan lahan dengan cara dibakar. BRG kerap melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Tujuanya agar warga bisa mengetahui bahwa mengelola lahan gambut dengan cara dibakar adalah salah dan sangat berbahaya.

"Untuk itu BRG terus melatih puluhan petani di kawasan gambut agar bisa menanam lahan gambut dengan cara cara yang sehat bagi lingkungan. Misalnya dengan memanfaatkan pupuk kandang, dan dedaunan yang ada di hutan, tambah Myrna.

Kelima, bertani secara terpadu dengan mengkombinasikan tanaman semusim dan tanaman tahunan ternak dan ikan

Tahap terakhir hanya bisa dilakukan ketika 4 tahap sebelumnya sudah dijalankan oleh  petani. Sebab bertani secara terpadu adalah melakukan pengolahan tanah secara sistematis. Tanaman semusim maksudnya adalah tanamaan yang dipanen dalam satu musim tanam, yaitu antara 3-4 bulan, seperti jagung dan kedelai atau antara 6-8 bulan seperti singkong

“Sementara tanaman tahunan adalah jenis tanaman yang masa hidupnya sepanjang tahun dan dapat di panen sepanjang tahun pula. Namun, tanaman jenis ini tidak dapat bereproduksi secara langsung setelah di panen, tanaman ini baru akan berbuah setelah menunggu beberapa tahun kemudian,” urainya.

Myrna A Safitri menambahkan,  pengelolaan zaman dulu dengan cara dibakar sudah tidak relevan dengan keadaan saat ini. Dulu, kata dia, lahan gambut kondisinya basah, sementara kini kering kerontang sehingga jangan sampai salah dalam mengelolanya.

"Semua kesalahan itu tentu berasal dari sikap manusia yang ceroboh dan tidak memikirkan apa dampak yang nanti bakal diterima masyarakat banyak," ujarnya.

Sementra itu, Kepala Sub Kelompok Kerja Edukasi Sosialisasi dan Pelatihan Badan Restorasi Gambut (BRG) Republik Indonesia, Deasy Efnidawesty mengatakan Presiden Joko Widodo mengamanatkan tiga langkah strategis untuk dilakukan BRG selama masa tugas berlangsung.

Ketiga langkah itu yakni  membasahi lahan gambut, penanaman ulang lahan gambut dan melakukan revitalisasi kawasan gambut. Amanat tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2016 tentang Badan Restorasi Gambut (BRG).

"Kalau kita lihat gambut basah, memang fitrahnya harus basah. Dia tidak boleh kering, jika kering bahayanya adalah khawatir terkena api dia akan langsung terbakar," katanya. (Abdul Rahman Ahdori/Aryudi AR).