Lingkungan

Santri Diajak Sosialisasikan Kelola Gambut Tanpa Dibakar

Ahad, 2 Juni 2019 | 01:30 WIB

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Murodiyah Pandak Daun, Daha Utara, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, KH Ahmad Sibawaihi meminta kepada santri untuk ikut serta menyosialisasikan pengelolaan gambut tanpa bakar. Langkah itu dinilai penting agar masyarakat semakin tercerahkan mengenai pengelolaan lahan gambut yang baik dan tak berdampak buruk.
 
"Santri bisa melakukannya setiap saat ketika berjumpa dengan masyarakat, jika terus diingatkan upaya pemerintah dalam memulihkan gambut semakin cepat terwujud," katanya dihubungi NU Online di Jakarta, Sabtu (2/6).
 
Beberapa pekan yang lalu pihak Badan Restorasi Gambut atau BRG telah melakukan pelatihan kepada beberapa santrinya terkait dengan tekhnis mengelola lahan gambut tanpa bakar. Kiai Sibawaihi bersyukur BRG intens mengunjungi masyarakat, dengan begitu dia yakin usaha menyehatkan gambut setahap demi setahap bisa dilakukan.
 
Dirinya juga meminta kepada masyarakat untuk menjaga lingkungan dengan tidak sembarangan mengelola kawasan gambut. “Peristiwa kebakaran hutan di Indonesia kata dia, tidak boleh terjadi lagi hanya karena salah mengelola lahan gambut,” terangnya.
 
“Membuat kerusakan di bumi termasuk perbuatan tercela dan dilarang oleh agama. Untuk itu jangan sekali kali melakukan hal hal yang akan berdampak buruk untuk lingkungan,” jelasnya.
 
Karena itu, dirinya mengimbau masyarakat untuk ramah terhadap lingkungan. “Karena semua yang ada di bumi ini ciptaan Tuhan yang harus dipelihara dengan benar," tuturnya.
 
Mengutip Imam Gazali dalam kitabnya, Al-Hikmah fI Makhluqatillahi menguraikan, bumi diciptakan Allah dalam keadaan seimbang. “Variasi karakter permukaannya memungkinkan keragaman hayati tumbuh dan menjadi sumber kehidupan manusia,” ungkapnya
 
Syariat Islam yang dipelajari oleh Nahdlatul Ulama tidak melarang mengolah alam semesta, hanya saja ada batasan batasan terkait penataan lingkungan hidup tersebut. “Hal itu tentu untuk kebaikan manusia dan alam itu sendiri, sebab, dalam Islam sikap berlebihan sangat tidak diperbolehkan,” tegasnya.
 
Demikian pula dalam buku Merintis Fiqih Lingkungan Hidup, Rais Aam PBNU 1991-1992 KH Ali Yafie menjabarkan sikap manusia atas alam yang tidak bertentangan dengan nilai nilai agama. “Menurutnya, manusia tidak harus mengacak-acak ekosistem yang sudah diatur rapih oleh Sang Pencipta,” katanya.
 
Pandangan itu, kata Kiai Alie, selaras dengan ayat Al-Qur'an yang menyatakan misi kenabian adalah membawa rahmat bagi alam semesta. “Artinya, bukan manusia semata yang patut kita muliakan alam dan seisinya harus diperhatikan,” katanya.
 
“Bahkan Kiai Alie menyebut tindakan dan aksi peneliharaan dan perlindungan lingkungan hidup yakni hifdul bi'ah termasuk komponen primer dalam setiap langkah manusia atau addaruriyat-al-kulliyat,” pungkasnya. (Abdul Rahman Ahdori/Ibnu Nawawi)