Nasional

5 Rekomendasi Rakernas JQHNU 2023: dari Nasib Guru Ngaji hingga Politik Kebangsaan

Ahad, 30 Juli 2023 | 10:00 WIB

5 Rekomendasi Rakernas JQHNU 2023: dari Nasib Guru Ngaji hingga Politik Kebangsaan

Ketua Umum JQHNU, KH Saifullah Ma'shum dalam Rakernas JQHNU 2023. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Jam’iyatul Qurra’ wal Huffazh (JQH) NU telah tuntas menyelenggarakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Hotel Sahid Jakarta, pada Ahad (30/7/2023). Agenda ini digelar selama tiga hari sejak Jumat (28/7/2023). 


Rakernas JQHNU 2023 ini dihadiri oleh sekitar 200 ulama dan para ahli Al-Qur'an se-Indonesia. Di dalam permusyawaratan itu, para peserta terbagi ke dalam tiga komisi; yaitu komisi organisasi, komisi program, dan komisi rekomendasi. 


Walhasil, Rakernas JQHNU 2023 menghasilkan sejumlah poin rekomendasi. Rekomendasi ini dihasilkan setelah melalui berbagai dinamika dengan melakukan musyawarah, diskusi, serta mendengar masukan dari para ulama, kiai dan para pakar Al-Qur’an pada seminar tentang Transformasi Pendidikan dan Dakwah Al-Qur’an untuk Membangun Peradaban. 


Rekomendasi tersebut ditandatangani oleh para pimpinan JQHNU yaitu Rais Majelis Ilmi KH Ahsin Sakho Muhammad, Katib Majelis Ilmi KH Ahmad Dahuri, Ketua Umum KH Saifullah Ma'shum, dan Sekretaris Umum H Muhammad Ulinnuha. 


Sejumlah rekomendasi yang dihasilkan dalam Rakernas JQHNU ini ditujukan kepada pemerintah untuk lebih serius dalam menangani berbagai problem, terutama nasib guru ngaji dan permasalahan yang terkait langsung dengan aktivitas Al-Qur'an.


Di antara isi dari rekomendasi ini adalah mendorong pemerintah untuk memberikan perhatian yang lebih kepada para guru ngaji Al-Qur'an hingga membuat regulasi untuk melakukan formalisasi pendidikan Al-Qur'an.


NU Online memperoleh dokumen rekomendasi dari Ketua Panitia Pelaksana Rakernas JQHNU 2023 Zahid Lukman, pada Ahad (30/7/2023) pagi. Berikut 5 poin Rekomendasi Rakernas JQHNU:

 
1. Waspada Gerakan Ateisme

Indonesia adalah negara religius. Religiusitas itu telah, sedang, dan akan terus mewarnai dan menciptakan kedamaian hidup berbangsa dan bernegara dalam segenap aspeknya, mulai dari pendidikan, ekonomi, politik, hingga sosial dan budaya. Relasi baik antara agama dan bangsa yang sudah berjalan ratusan tahun di Indonesia itu belakangan mulai terusik dengan munculnya gerakan kampanye anti-agama. 


Untuk itu, pemerintah dengan menggandeng institusi terkait, perlu secara serius mewaspadai gerakan anti-agama (ateisme) di Indonesia yang mulai merambah di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. 


2. Penghargaan kepada Guru Al-Qur'an

Para ulama Al-Qur’an memiliki andil sangat besar dalam merebut negeri ini dari penjajahan, mempertahankan, dan mengisinya hingga titik darah penghabisan. Ulama Al-Qur’an juga berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan dan pentradisian perilaku yang baik dan arif. 


Karena itu, pemerintah pusat maupun daerah, perlu memberi perhatian dan penghargaan kepada para tokoh dan guru-guru Al-Qur’an.


3. Pengajian Al-Qur'an Berdasar Sanad Muttasil

Berinterkasi dengan Al-Qur’an, baik dalam aspek bacaan, tulisan, dan pemahaman, maupun penafsiran dan pengamalan, harus berdasarkan jalur keilmuan yang benar, agar tidak terjadi misunderstanding dan misleading dalam pengejawantahan ajaran luhur Al-Qur’an. 


Karena itu, pengajian dan pengkajian Al-Qur’an harus berdasarkan sanad yang muttasil, mu’taman, dan muktabar. 


4. Formalisasi Pendidikan Al-Qur'an

Pendidikan Al-Qur’an (PQ) di Indonesia selama ini berjalan atas inisiatif dan swadaya masyarakat. Negara belum mengakomodasi secara proporsional dalam sistem pendidikan nasional. 


Bahkan, posisi dan porsi PQ dalam perundang-undangan dan peraturan turunannya masih berada pada kelas periferal (sambilan). PQ ditempatkan sebagai suplemen bagi sistem pendidikan formal. Padahal peran dan kontribusi riil PQ bagi umat dan bangsa tak terbantahkan. 


Karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian serius dengan membuat regulasi tentang Pendidikan Al-Qur’an yang setara dengan pendidikan formal, dan menetapkan penjenjangan.


5. Kedepankan Politik Etik Kebangsaan

Al-Qur’an memberikan pedoman yang jelas tentang perpolitikan. Hanya saja, pada implementasinya, politik praktis kerap menjadikan warga bangsa Indonesia saling berhadap-hadapan. Perebutan kekuasaan setiap lima tahun acapkali menimbulkan kegaduhan.


Karena itu, diimbau kepada masyarakat dan politisi agar mengedepankan politik etik kebangsaan yang penuh persaudaraan, kekeluargaan, kebersamaan, kerianggembiraan, menjunjung tinggi sportifitas, serta tanggung jawab menjaga keutuhan bangsa dan NKRI.