Jakarta, NU Online
Serpihan sejarah Nahdlatul Ulama (NU) menjadi bagian penting untuk dipahami secara menyeluruh oleh warga NU. Langkah ini penting agar gerak langkah NU, baik secara jamaah maupun jam’iyah mempunyai pijakan kokoh dan tidak tergoyahkan oleh berbagai persoalan yang muncul.
Terkait hal itu, Wakil Sekjen Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Mun’im DZ kembali menelurkan sebuah buku sejarah tentang NU yang diberi judul Fragmen Sejarah NU: Menyambung Akar Budaya Nusantara.
Buku setebal 413 halaman terbitan Pustaka Compass, Februari 2017 tersebut berisi serpihan-serpihan sejarah NU di segala bidang yang ditulis secara apik, tematik, dan sistematis oleh Mun’im. Buku tersebut diluncurkan dan dibedah pertama kali di Aula Gedung PP GP Ansor Jakarta Pusat, Rabu (1/2).
Dalam bedah buku yang diselenggarakan PP GP Ansor tersebut menghadirkan narasumber KH Cholid Mawardi (sesepuh NU) dan penulis buku itu sendiri. Acara tersebut juga dihadiri oleh Ketua Umum PP GP Ansor H Yaqut Cholil Qoumas beserta Sekjen Adung Abdurrahman, Kepala Satkornas Banser Alfa Isnaeni, dan sejumlah pengurus GP Ansor di DKI Jakarta.
Dalam pemaparannya, Mun’im selama ini penulisa buku sejarah khususnya NU belum sepenuhnya merujuk ke sumber asli sehingga yang terjadi hanya pengulangan penulisan, tidak ada hal baru yang ditemukan secara historis.
“Buku ini salah satu upaya merawat pemikiran kiai di segala bidang tak terkecuali politik. Bisa saya katakan, buku ini merupakan pedoman politik warga NU,” jelas Mun’im.
Politik yang dimaksud salah seorang Anggota Asosiasi Peneliti LIPI ini adalah politik kebangsaan karena NU merupakan salah satu organisasi sosial kegamaan yang mempunyai andil besar dalam pendirian negara ini.
“Jika literatur-literatur sejarah NU ditelusuri secara mendalam, ternyata pemikiran politik kader NU dan para kiai luar biasa. Tak kalah hebat dan cemerlangnya dibanding pemikir-pemikir politik yang selama ini menghiasi buku-buku sejarah fenomenal,” papar mantan Ketua LTN PBNU ini.
Namun, kata Mun’im, sumber-sumber tulisan sejarah pemikiran politik banyak yang tidak mencantumkan tokoh-tokoh NU. Padahal, orang seperti KH Wahid Hasyim sendiri secara komprehensif pernah menulis sejumlah pemikiran politik seperti kapitalisme, sosialisme, demokrasi, dan lain-lain pada tahun 1945.
Ia menekankan bahwa buku yang ditulisnya menjadi pedoman penting warga NU untuk menghadapi berbagai persoalan kebangsaan yang selama ini berkembang agar tidak melenceng dari pondasi yang dari dulu sudah ditancapkan oleh para pendiri NU. (Fathoni)