Nasional

Adakah Cara Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan? Begini Kata Psikolog

Sen, 26 Juni 2023 | 12:00 WIB

Adakah Cara Memperbaiki Hubungan Usai Perselingkuhan? Begini Kata Psikolog

Ilustrasi pasangan suami istri bergandengan tangan. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online 
Belakangan ini publik dihadapkan dengan sejumlah isu perselingkuhan dari kalangan selebritas. Isu perselingkuhan tersebut datang dari sejumlah pasang nama secara bertubi-tubi bak bergantian. Kasus ini beredar luas di lini masa dan menyita perhatian publik.


Lalu, adakah cara memperbaiki hubungan usai terjadi perselingkuhan?


Menyoroti hal tersebut, psikolog keluarga sekaligus Anggota Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU) Nurmey Nurulhaq menjelaskan, pulih dari masalah perselingkuhan bukanlah situasi yang mudah. 


Situasi pascaperselingkuhan merupakan masa-masa sulit yang memerlukan waktu untuk “menyembuhkan” kembali suatu hubungan. 


Meski sulit, Perempuan yang akrab disapa Ning Rully menyatakan bahwa memperbaiki hubungan pascaperselingkuhan bukanlah hal mustahil. Dengan catatan, kedua pasangan berkomitmen untuk memperbaiki pernikahan. 


“Sangat bisa ‘bertobat’. Bantuannya memang kerja sama kedua belah pihak. Dengan ridha Allah, dengan usaha yang dilakukan itu bisa terjadi,” tuturnya dalam keterangannya, Senin (26/6/2023).


Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menjelaskan, pada dasarnya, perselingkuhan terjadi didasari beberapa faktor pemicu.


“Orang berselingkuh sering kali mereka tidak puas dengan pasangannya, merasa tidak memiliki kesamaan dengan pasangannya, tidak bahagia dengan pasangannya, tidak berdaya disepelekan dan sebagainya. Tapi, itu semua sesungguhnya berkaitan dengan kematangan diri,” kata dia.


Cara memperbaiki hubungan pascaperselingkuhan


Psikolog keluarga tersebut menjelaskan, ada beberapa hal yang bisa pasangan lalukan untuk membenahi kembali hubungan setelah perselingkuhan. Dalam perspektif keluarga maslahat Nahdlatul Ulama, lanjut dia, terdapat fondasi dan pilar keluarga yang harus dipenuhi demi keutuhan kembali rumah tangga.


Ning Rully menegaskan, ketika fondasi dan pilar ini sudah terbangun, maka atap kemaslahatannya keluarga akan menjadi kokoh.

 

“Kemaslahatan itu apa yang saya lakukan baik untuk saya, baik untuk anak saya, keluarga saya, keluarga besar, dan lingkungan saya,” ucap dia.


Konsep keluarga maslahat tersebut, lanjut dia, dibangun atas tiga fondasi utama meliputi keadilan (mu’adalah), keseimbangan (muwasanah), dan kesalingan (mubadalah).


“Perspektif keadilan, keseimbangan, kesalingan itu harus dimiliki sebagai fondasi terbangunnya keluarga maslahat. Ketika pondasi itu dikuatkan maka pilarnya bisa dibangun, pilarnya apa?” ucap dia. 


Adapun lima pilar utama untuk memperkuat keutuhan rumah tangga meliputi zawaj, mitsaqan ghalizhan, mu’asyarah bil ma’ruf, musyawarah, dan antaroddin.


“Salah satunya zawaj, itu berpasangan. Ketika burung akan terbang, maka sayap kanan kiri harus mengepak. Ketika hendak berjalan, maka kaki kanan dan kiri itu harus bergerak, dan itu bergantian. Saling mengingat bahwa istri itu pakaian dari suami dan sebaliknya. Itu yang berkaitan dengan zawaj,” jabar dia.


Kedua, mitsaqan ghalizhan. NIng Rully menjelaskan hal ini berkaitan dengan upaya menjaga komitmen. “Apapun yang terjadi, pastikan bahwa untuk mengingat ‘Aku pasanganmu dan kamu pasanganku’,” ucap Alumni Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tersebut. 


Ketiga, mu’asyarah bil ma’ruf atau saling berbuat baik bersama pasangan. “Ketika kita berbuat baik, membuat pasangan kita bahagia, maka tantangan apapun itu bisa dilalui,” terang dia.


Keempat, musyawarah. Pada pilar ini, lanjut dia, pasangan harus mampu membangun komunikasi yang efektif. 


“Apapun ketidaksukaan kita, itu disampaikan kepada pasangan. Apa yang membuat saya marah, apa yang meredakan marah saya, nah itu perlu ada proses komunikasi yang baik. Sehingga ketika pasangan saya marah saya tidak melakukan sesuatu yang membuatnya tambah marah lagi,” ucap dia.


Kelima, antaroddin atau kerelaan. Pilar terakhir ini mengajarkan pasangan suami istri untuk mengamalkan sikap saling ridha.


“Ketika saya melakukan A, pasangan saya tahu dan mengerti kebutuhan saya,” pungkas dia.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Syamsul Arifin