Nasional

Akademisi: AI Merambah ke Persoalan Agama, Ormas Islam Perlu Ambil Peran

Kam, 14 September 2023 | 09:00 WIB

Akademisi: AI Merambah ke Persoalan Agama, Ormas Islam Perlu Ambil Peran

Ilustrasi perkembangan AI dan teknologi. (Foto: NU Online)

Jombang, NU Online

Saat ini masyarakat sedang dihadapkan pada perkembangan Artificial Intellegence (AI). Beberapa kalangan, tak terkecuali kalangan Islam yang telah mengembangkan chatbot berbasis AI yang dapat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan keagamaan umum. 


Chatbot ini dilengkapi dengan basis data yang luas tentang ajaran Islam dan dapat memberikan informasi dan panduan kepada pengguna.


Terkait pemanfaatan AI, kandidat doktor sistem informasi Universitas Diponegoro Mahrus Ali menjelaskan, perkembangan AI juga memiliki sisi negatif seperti penyebaran disinformasi, privasi dan keamanan data, diskriminasi dan bias serta ketergantungan akan teknologi.


"AI dapat digunakan untuk menciptakan dan menyebarkan disinformasi atau berita palsu dengan cepat dan luas, mempengaruhi pandangan dan persepsi publik. Tidak terkecuali masalah agama. Ormas Islam harus memperhatikan hal ini," jelasnya, Rabu (13/9/2023).


Pria yang juga dosen Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang ini menambahkan, ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) harus mengambil peran dalam kemajuan AI. Karena AI sudah masuk dalam kehidupan umat beragama dan NU memiliki jumlah jamaah yang cukup besar serta latar belakangnya beda-beda.


Mahrus lalu mencontohkan adanya aplikasi pengenalan suara Al-Qur'an. Aplikasi ini menggunakan teknologi pengenalan suara berbasis AI untuk mengidentifikasi dan memvalidasi bacaan Al-Qur'an. 


Pengguna dapat merekam suara mereka saat membaca Al-Qur'an, dan aplikasi akan memberikan umpan balik tentang pelafalan dan tajwid yang benar.


Ada juga aplikasi penerjemah Al-Qur'an. Beberapa aplikasi AI telah dikembangkan untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam berbagai bahasa.


"Aplikasi ini menggunakan teknik penerjemahan otomatis berbasis AI untuk memudahkan akses ke Al-Qur'an bagi masyarakat yang tidak fasih dalam bahasa Arab. Kalau ada niat tidak baik, maka seseorang bisa menyelipkan misi tersembunyi," imbuhnya.


Dikatakan Mahrus, organisasi Islam dewasa ini harus memiliki badan khusus teknologi. Kemajuan teknologi merupakan sebuah keniscayaan. 


Di beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab, telah digunakan sistem AI untuk memantau dan mengelola pencemaran bunyi selama waktu shalat. 


Sistem ini dapat mendeteksi suara shalat dan memberikan peringatan jika ada gangguan atau kebisingan yang berlebihan di sekitar masjid.


Tidak hanya itu, AI juga digunakan untuk menganalisis dan memahami tafsir Al-Qur'an dengan lebih mendalam. Menggunakan teknik pemrosesan bahasa alami, AI dapat mengidentifikasi pola, tema, dan hubungan antara ayat-ayat Al-Qur'an, sehingga membantu dalam penafsiran dan pemahaman yang lebih baik.


Tidak hanya itu, AI dapat digunakan untuk memberikan pengingat dan jadwal ibadah kepada pengguna. Aplikasi tersebut dapat mengingatkan waktu shalat, membantu dalam menghafal Al-Qur'an, memberikan saran tentang amal kebaikan, dan mengelola ibadah harian.


"Sisi lainnya, ada potensi manipulasi video dan audio. AI dapat digunakan untuk membuat rekaman video atau audio palsu yang sangat realistis, yang dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau memfitnah seseorang. Ini bahaya kalau berkaitan dengan ajaran agama," kata Mahrus.


Hal lain yang perlu diperhatikan dari AI yaitu privasi dan keamanan data. AI sering menggunakan data pengguna untuk memberikan layanan dan rekomendasi. 


Jika tidak dilakukan dengan hati-hati, penggunaan data pribadi dalam AI dapat mengancam privasi dan keamanan individu. Jika data tersebut jatuh ke tangan yang salah atau disalahgunakan, pengguna dapat dirugikan.


Bahaya lain, AI dapat mencerminkan bias yang ada dalam data pelatihan atau pemrograman. Hal ini dapat berdampak pada keadilan dan kesetaraan dalam pengambilan keputusan yang didasarkan pada AI. 


Jika sistem AI tidak mempertimbangkan keberagaman dan memperlakukan semua individu secara adil, kelompok atau individu tertentu dapat dirugikan atau diberikan perlakuan yang tidak adil. Ini bisa mengganggu kerukunan umat beragama.


"AI dapat digunakan untuk tujuan yang merugikan, seperti serangan siber yang canggih, penyebaran disinformasi, atau manipulasi opini publik. Jika AI jatuh ke tangan yang salah atau digunakan dengan niat jahat, maka dapat merugikan masyarakat luas," tegas Mahrus.


Oleh karenanya, penting bagi organisasi Islam seperti NU untuk membangun sistem AI yang memiliki etika yang kuat, mengutamakan keadilan, privasi, dan kebebasan individu. 


Prinsip-prinsip etika harus menjadi dasar pengembangan dan penerapan AI, dan perusahaan serta peneliti harus bertanggung jawab untuk mematuhi standar etis yang tinggi.


Sistem AI juga harus transparan dalam cara kerjanya. Pengguna dan masyarakat harus memiliki pemahaman yang jelas tentang bagaimana AI mengambil keputusan dan menggunakan data. 


Perusahaan harus mempertimbangkan cara untuk memberikan penjelasan yang dapat dimengerti tentang proses AI dan mempertanggungjawabkan keputusan yang dibuat oleh sistem tersebut.


"Pemerintah dan lembaga terkait harus mengembangkan kebijakan dan aturan hukum yang memastikan penggunaan AI yang etis, melindungi privasi, mencegah diskriminasi, dan mengatasi masalah kejahatan yang mungkin muncul," pintanya.


NU dengan puluhan ribu pesantren dan madrasahnya, perlu melakukan peningkatan kesadaran tentang potensi risiko dan kejahatan yang menggunakan AI penting. 


Pelatihan dan pendidikan yang tepat harus diberikan kepada pengguna dan pemangku kepentingan terkait tentang etika penggunaan AI, serta risiko yang terkait dengan kejahatan dan penyalahgunaan.


Mahrus juga meminta lembaga pendidikan NU mengintegrasikan AI dengan kurikulum pendidikan saat ini, peleburan mata pelajaran Teknologi informasi di usia dini sampai SMA adalah kurang tepat, karena anak-anak generasi Z sudah pandai menggunakan teknologi, tapi banyak yang tidak beretika. 

 

"Saya mengusulkan adanya mata pelajaran etika teknologi yang sesuai usia, karena banyak generasi Z yang menjadi korban penggunaan teknologi yang kurang beretika," tandasnya.


Melihat perkembang AI yang semakin masif di tengah masyarakat, PBNU akan membahas persoalan AI dalam bahtsul masail Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama. Munas dan Konbes NU tersebut akan dilaksanakan pada 18-20 September 2023 di Jakarta.