Nasional

Akibat Sentimen Agama Dipaksakan ke Lorong Politik

Jum, 12 Juli 2019 | 09:00 WIB

Jakarta, NU Online
Beberapa periode terakhir perhelatan politik nasional dalam memilih pemimpin, sentimen agama kerap dijadikan amunisi demi mendapatkan simpati dan dukungan masyarakat. Keuntungan kekuasaan didapat, namun polarisasi (keterbelahan) masyarakat tidak bisa terelakkan.

Melihat fenomena tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menegaskan bahwa ada dampak yang tidak sepele jika memaksakan sentimen agama, khususnya ke dalam persoalan politik perebutan kekuasaan.

“Jika Islam dipaksakan ke lorong politik, maka jadi sekuler. Walau politik menjadi salah satu instrumen perjuangan Islam, tetapi instrumen bukan tujuan,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Jumat (12/7) lewat twitternya.

Karena menurutnya, jika politik sudah menjadi tujuan, maka yang ada orang-orang akan terjebak pada tipu daya. Walau bagaimana pun, kata Kiai Luqman, agama tetap harus didudukkan menjadi dasar praktik keadaban politik.

“Ketika politik menjadi tujuan, mereka sudah masuk dalam jebakan ghurur (tipu daya). Praktik ini lebih sekular. Karena Agama harus kokoh di puncak, jangan turun jadi ideologi,” tegas Direktur Sufi Center ini.

Kiai Luqman mengumpamakannya dengan kedudukan tasawuf. Menurutnya tasawuf merupakan spiritualitas tertinggi dalam Islam. Ia akan menjadi kotor jika dipaksa masuk ke dalam lorong duniawi.

“Tasawuf adalah spiritualitas tertinggi dalam Islam. Ketika Tasawuf dipaksa masuk ke lorong duniawi, maka posisinya jadi kotor,” tuturnya.

Menurutnya, aktivitas dunia harus terselubungi ajaran tasawuf dan nilai-nilainya. “Hal ini semata agar dunia di belakang kita, bukan di depan kita, semata agar cahaya hati kita tidak tertirai dunia,” terang penulis buku Psikologi Sufi ini.

Kiai Luqman menjelaskan bahwa seorang politisi dan pejuang yang bertasawuf, melihat kekuasaan dunia ada di genggamannya, bukan ia digenggam oleh kekuasaan dunia. Sebab itu, manusia harus membebaskan diri dari pandangan duniawi semata.

“Caranya? Bebaskan mata hati dari memandang dunia, tetapi memandang yang ada di balik dunia. Yaitu Pencipta dunia, Allah. Maka hati tak akan buta,” tandas Kiai Luqman. (Fathoni)