Nasional

Alasan PBNU Putuskan Lampung Jadi Tuan Rumah Muktamar NU Ke-34

Kam, 10 Oktober 2019 | 14:35 WIB

Alasan PBNU Putuskan Lampung Jadi Tuan Rumah Muktamar NU Ke-34

PBNU umumkan temppat Muktamar NU ke-34 akan berlangsung di Lampung, September 2020 (Foto: NU Online/Ahdori)

Jakarta, NU Online 
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memutuskan bahwa muktamar NU ke-34 akan dilaksanakan di Provinsi Lampung pada September 2020. Keputusan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Nomor 420/AII/04 D/10/2019 yang ditandangani Rais Aam KH Miftachul Akhyar dan Katib Aam KH Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum KH Said Aqil Siroj dan Sekje Helmy Faishal Zaini Hasan. 

Menurut Kiai Said, keputusan tersebut berdasarkan hasil Muktamar NU kke-33 di Jombang pada 2015. Pada saat itu muktamirin merekomendasikan agar muktamar yang akan datang dilaksanakan di luar Jawa. 

“Jadi di Jombang ada keputusan bahwa muktamar NU harus dilaksanakan di luar Jawa, dititikberatkan di luar Jawa, supaya ada pemerataan. Dan syarat lainnya belum pernah ditempati muktamar. Nah, salah satunya Lampung, berada di luar Jawa dan belum pernah ditempati muktamar,” jelas Kiai Said di Gedung PBNU, Jakarta, Kamis (10/10). 

Kemudian Kiai Said meminta Tim Lima untuk memberikan penjelasan lebih rinci terkait alasan PBNU memilih Lampung. Tim Lima dibentuk PBNU untuk melakukan survei ke masing-masing PWNU yang mengajukan diri menjadi tuan rumah. Tim tersebut diketuai Ketua PBNU H Robikin Emhas. 

Menurut Robikin, ada lima parameter Tim Lima dalam menilai dalam menentukan layak tidaknya PWNU menjadi tuan rumah muktamar. Pertama, aspek historikal. Artinya, wilayah tersebut pernah atau tidak ditempati muktamar. 

“Yang kedua adalah performa organisasi, baik dari sisi kelengkapan struktur NU, maupun perangkat NU. Artinya wilayah dan cabangnya lengkap atau tidak, MWCNU lengkap atau tidak, rantingnya sepertinya ap, lembaga dan banomnya seperti apa,” katanya.

Yang ketiga, perkembangan sosial kultural dan aspek-aspek politik lokal. Tim Lima meneliati tempat-tempat yang mengajukan diri dari aspek konflik ekseternal, bukan internal NU. 

Yang keempat adalah kemampuan sharing (berbagi) tanggung jawab. Menurut Robikin, berdasarkan AD/ART NU penanggung jawab adalah mandataris hasill muktamar sebelumnya. Mandataris itu ada dua, rais Aam dan Ketua Umum.

“Rais Aam saat ini kita tahu hasil muktamar sudah mengundurkan diri dan diganti oleh pejabat rais aam. Mandatoris mukamar satu-satunya yang tersisa adalah ketua umum. Tapi sungguhpun begitu, mandatoris melekat juga pada pengganti Rais Aam,” aktanya.

Tim Lima melakukan penelitian seberapa tinggi dan mampu sebuah wilayah menyanggupi beragi tanggung jawab dalam penyelenggaran muktamar dengan PBNU. 

Sementara yang kelima adalah infrastruktur. Tim Lima melakukan survei kelayakan PWNU yang mengajukan menjadi tuan rumah. 

“Kondisinya memungkinkan tidak, transportasi, penginapan, termasuk juga akses terhadap pemenuhan dasar muktamirinn seperti makanan dan minuman, agar bisa memuliakan para tamu, masyaikh, muktamirin, dan para penggembira yang niatnya tulus ikhlas,” jelasnya.  

Dari kelima parameter tersebut, lanjutnya, Tim Lima memberikan rekomendasi kepada PBNU bahwa tiga wilayah dari 9 yang mengajukan, layak jadi tuan rumah. Ketiga wilayah tersebut adalah Jawa Barat, Kalimantan Selatan, dan Lampung. 

“Ketua Umum PBNU menghaturkan hasil Tim Lima kepada Rais Aam PBNU. Hasilnya, dhahiran wa bathinan, hasilnya di Lampung,” pungkasnya. 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Alhafiz Kurniawan