Jakarta, NU Online
Aliansi Indonesia Damai (Aida) meminta kepada pemerintah tidak abai kepada korban terorisme. Lembaga pemuda yang gencar mengampanyekan perdamaian tersebut menilai, sebagai warga negara, korban terorisme menjadi elemen yang paling banyak mendapat kepiluan hidup karena harus kehilangan orang-orang terkasihnya dengan cara yang mengenaskan. Sehingga, pemenuhan hak-hak sebagai anak bangsa tidak boleh dihiraukan.
Direktur Aida, Hasibullah Satrawi mengatakan, setelah melakukan pertemuan dengan beberapa korban bom bunuh diri, muncul berbagai kompleksitas persoalan. Menurut Hasib (sapaan akrabnya), selama ini korban tidak diberikan panggung yang cukup untuk menyampaikan kisah pilunya.
Sementara seluruh media fokus memberitakan pelaku dan pemangku kebijakan, belum lagi penanganan kasus hukum untuk korban terorisme tersebut masih banyak sekali yang menurutnya tidak sesuai.
"Padahal di saat peristiwa terjadi, dan terbukti pelakunya mana aja. Saat itu pula kehidupan korban sudah berubah, anak anak korban harus ditinggalkan, istrinya tidak ada lagi yang menafkahi, belum lagi korban luka-luka yang merasa kesakitan secara fisik, mereka menjerit," kata Hasib saat membuka kegiatan Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Terorisme 2019 di salah satu Hotel di Jakarta Pusat, Rabu (3/7).
Ia mengajak kepada seluruh elemen bangsa untuk kembali memperkuat kepedulian terhadap ratusan korban tindakan terorisme. Jangan sampai dosa anak adam diwariskan kepada anak cucu yang akan datang. "Pelan-pelan kami masuk dan tahu, karena rupanya itu menjadi dosa adam yang diwariskan kepada anak cucunya. Karena negaranya-pun belum memberikan ruang khusus soal HAM," ujarnya.
Jika ditelusuri secara mendalam, pada undang-undang nomor 15 tahun 2013 yang dilatarbelakangi oleh adanya Bom Bali, dalam regulasi itu tertulis jelas bahwa korban terorisme mendapatkan hak kompensasi. Fakta di lapangan, kala itu, belum ada satupun korban yang mendapatkan haknya.
Seperti diketahui, sampai detik ini bangsa Indonesia masih menghadapi ancaman serangan teroris. Beberapa serangan teroris yang telah terjadi kerap mengambil korban masyarakat. Pada persoalan ini, prinsip tanggung jawab negara merupakan inti dari pemberian hak reparasi.
Bahkan lanjutnya, atas gencarnya peristiwa ini, beberapa tahun yang lalu, Komisi Hak Asasi Manusia PBB telah menyusun prinsip dasar dan pedoman atas hak remedial dan reparasi terhadap korban pelanggaran HAM berat. "Prinsip itu menyatakan ganti rugi secara efektif harus mencakup kompensasi, restitusi, rehabilitasi, dan jaminan non-repetisi," pungkasnya. (Abdul Rahman Ahdori/Muiz)