Nasional

Alissa Wahid: Doa Masyarakat untuk  Gus Dur Lebih Penting Daripada Gelar Pahlawan

Sel, 18 Februari 2020 | 11:30 WIB

Alissa Wahid: Doa Masyarakat untuk  Gus Dur Lebih Penting Daripada Gelar Pahlawan

Alissa Wahid (berdiri pegang mik) di Semarang (Foto: NU Online/Samsul)

Semarang, NU Online 
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid mengatakan, Doa dari masyarakat yang dilantunkan dalam setiap kali penyelenggaran haul  almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dinilai lebih penting dan bermakna dibanding dengan anugerah gelar pahlawan nasional.
 
Putri sulung almarhum Gus Dur menjelaskan, keluarga almarhum Gus Dur sangat berterima kasih kepada masyarakat yang selalu berdoa untuk almarhum Gus Dur dan keluarga yang ditinggalkan melalui majelis-majelis haul yang digelar setiap tahun oleh berbagai komunitas.
 
"Kami bersama kekuarga mengucapkan terima kasih atas hadirnya majelis-majelis haul yang digelar untuk mendoakan almarhum Gus Dur bersama auliya dan ulama  yang sudah wafat," kata neng Lissa saat menyampaikan taushiyah budaya dalam haul ke-10 alamarhum Gus Dur di Semarang, Senin (17/2).
 
Haul ini dilaksanakan di aula Ir Widjatmoko Universitas Semarang (USM) dan diselenggarakan oleh Komunitas Gusdurian  bersama Generasi Muda NU, Lintas Agama dan Ormas di Semarang.
 
Menurutnya, pihak-pihak yang menyelenggarakan haul Gus Dur dari waktu ke waktu terus betambah, semoga doa-doa permohonan maghfirah kepada Allah SWT untuk  almarhum Gus Dur dikabulkan.
 
"Sebagai hamba Allah, Gus Dur semasa hidupnya pasti pernah melakukan kesalahan, memiliki kekuarangan dan kelemahan, sebagai manusia biasa wajar tidak sempurna," ujarnya 
 
Dia menambahkan, agenda haul Gus Dur ternyata dapat memobilisasi masyarakat untuk bersatu dan berkumpul dalam satu majlis yang dapat menciptakan suasana saling menghormati, menyayangi, dan menghargai meski di antara mereka beragam  pilihan politik, status sosial bahkan berlainan agama.

"Hanya saja acara haul Gus Dur diharapkan jangan sampai berubah menjadi forum yang hanya untuk memuji-muji Gus Dur saja, selain tetap menjadi majelis doa diharapkan sekaligus menjadi forum untuk  mempelajari, memahami, dan meneladani semangatnya," tegas Alissa.
 
Jadi lanjutnya, jangan hanya sebatas mengenang saja, karena banyak sisi-sisi  kehidupan cucu pendiri NU ini yang bisa diteladani semasa hidupnya. Dalam hal membela keadilan misalnya,  Gus Dur tidak pandang bulu, seagama atau bukan, bahkan mayoritas atau minoritas.
 
"Gus Dur tidak pernah membela kelompok minoritas  yang dibela adalah pihak yang tertindas, kalau minoritas ditindas akan dibela. Begitu juga ketika mayoritas ditindas juga akan dibela," tuturnya.
 
Kasus pembebasan lahan petani untuk waduk Kedung Ombo Boyolali Jateng misalnya, petani sebagai elemen mayoritas mendapat perlakuan tidak adil dalam proses pembebasan lahan. Saat itu Gus Dur bersama Kiai Mahfud Ridwan dan Roni Mangunwijaya terjun ke lapangan membantu masyarakat mrncari keadilan.
 
Kontributor: Samsul Huda
Editor: Abdul Muiz