Nasional

Antropolog UIN Ar-Raniry: Pertolongan Darurat Harus Diutamakan untuk Pengungsi Rohingya

Rab, 22 November 2023 | 13:30 WIB

Antropolog UIN Ar-Raniry: Pertolongan Darurat Harus Diutamakan untuk Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya yang sementara di tampung di pinggir laut di Kabupaten Pidie, Aceh, Ahad (19/11/2023) lalu. (Foto: NU Online/Reza)

Banda Aceh, NU Online

Antropolog UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Reza Idria menyikapi serius fenomena penolakan etnis Rohingya oleh masyarakat Aceh di beberapa lokasi dalam beberapa hari terakhir. Reza mendorong masyarakat Aceh tetap membantu secara kemanusiaan karena pertolongan darurat (emergency help) itu harus tetap diutamakan.


"Tidak ada pilihan lain bagi masyarakat selain membantu," kata Reza Idria kepada NU Online, Selasa kemarin.


Dia menjelaskan, pengalaman kelam yang dimiliki oleh masyarakat Aceh juga menjadi dasar tersendiri. Masyarakat Aceh juga pernah merasakan zaman konflik sebelumnya.


“Apalagi orang di Aceh itu juga pernah terlunta-lunta ke mana-mana dulu karena pernah hidup di zaman konflik, jadi mengerti betul bahwa ada keperluan orang-orang, ketika ada pengusiran, atau ada tindakan penindasan di satu tempat, jadi mereka membutuhkan uluran tangan orang lain dan itu sudah dilakukan,” jelas Reza.


Menurutnya, kehidupan pengungsi Rohingya berada dalam posisi rentan. Mereka tidak akan tahu masa depan mereka seperti apa, dan ini menyebabkan mereka menjadi kelompok fragile bahkan ada isu yang mengungkap bahwa mereka ini dijadikan objek perdagangan manusia.


Sejak beberapa hari terakhir, Aceh telah menerima dan membantu para pengungsi Rohingya yang terdampar di perairannya. Menurut Reza alasan utama yang menjadikan Aceh tempat mendarat adalah pertama karena letak geografis dan kedua sudah ada informasi sebelumnya bahwa masyarakat di Aceh menerima dan sangat ramah terhadap pengungsi.


“Kenapa di Aceh pertama saya pikir letak geografis ya, jadi kalau untuk Selat Malaka ini memang kita lihat secara geografis, Aceh merupakan lokasi pertama yang mungkin untuk didarati, jadi itu terdampar selalu berada di pinggiran pantai timur Aceh, kalau mereka ke pantai barat itu langsung berhadapan dengan Samudera Hindia dan itu tidak mungkin ya,” terang Reza.


Reza Idria juga mengatakan apabila terjadi penolakan, ini sama saja melangkahi rasa kemanusiaan dan persoalan ini harus diselesaikan secara bersama.


“Kalau ditolak saya pikir itu juga mengangkangi rasa kemanusiaan kita ya, tapi kalau bisa maksud saya bagaimana menyelesaikan persoalan ini secara bersama gitu, jadi jangan kemudian itu ditimpakan ke masyarakat,” ujarnya.


Dia menjelaskan, apabila memang mereka tidak boleh mendarat di teritorial Aceh, minimal kebutuhan paling dasarnya harus terpenuhi dan ini harus menjadi perhatian serius oleh pemerintah Indonesia, bahkan ASEAN dan UNHCR.


“Kalau memang tidak boleh mendarat di teritori kita, minimal kebutuhan paling dasar dipenuhi, mereka sakit kita kasih layanan kesehatan, mereka lapar kita tambahkan makanan, dan ini harus menjadi perhatian pemerintah, ASEAN, dan perhatian UNHCR dalam hal ini, akan naif juga kalau berharap masyarakat Aceh bisa menyelesaikan itu juga sangat tidak mungkin," jelas Reza Idria.


Ratusan Muslim Rohingya telah tiba di provinsi Aceh dalam beberapa hari terakhir, dengan total populasi lebih dari seribu, setelah bertahun-tahun Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh yang mayoritas penduduknya Muslim atau dengan perahu kayu ke Malaysia. Indonesia, Thailand.


220 rombongan pengungsi Rohingya merupakan rombongan ketiga setelah sebelumnya 347 etnis Rohingya juga terdampar di Pidie. Rombongan pertama pada Selasa (14/11/2023) di pesisir pantai Gampong Blang Raya, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie 200 orang, enam di antaranya melarikan diri.


Sehari setelahnya, Rabu (15/11/2023), sebanyak 147 pengungsi Rohingya atau rombongan keempat kembali mendarat di kawasan pantai Beurandeh, Kecamatan Batee, Kabupaten Pidie. Etnis Rohingya yang datang dari dua gelombang sebelumnya ke Pidie tersebut telah ditampung di kamp Yayasan Mina Raya Gampong Leun Tanjung Kecamatan Padang Tiji Kabupaten Pidie, Aceh.


Hingga Selasa (21/11/2023) malam, rombongan perahu kelima yang berisi sebanyak 219 pengungsi Rohingya mendarat di Ujungkarang, Pulau Sabang, Aceh, pukul 23.00 WIB.

 

Alasan penolakan

Menurut keterangan warga lokal, faktor yang membuat masyarakat menolak para pengungsi itu, selain karena mereka sering keluyuran dan suka melarikan diri dari tempat penampungan, juga karena mereka tidak mengikuti aturan lokal.


Mereka terlihat kerap berduaan tanpa ikatan suami-istri setelah berada di Aceh. Sedangkan Aceh merupakan provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum Islam di mana berduaan bersama lawan jenis tanpa hubungan kekeluargaan adalah terlarang.