Nasional

Aturan Nama di KTP: Minimal Dua Kata, Maksimal 60 Karakter

Rab, 25 Mei 2022 | 17:00 WIB

Aturan Nama di KTP: Minimal Dua Kata, Maksimal 60 Karakter

Aturan Nama di KTP: Minimal Dua Kata, Maksimal 60 Karakter

Jakarta, NU Online 
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Dalam peraturan tersebut dimuat peraturan baru tentang pencatatan nama pada dokumen kependudukan. Nama yang tertulis harus sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


"Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit dua kata," jelas Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dikutip dari laman Dukcapil Kemendagri, Senin (23/5/2022).


Zudan menjelaskan bahwa pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.


"Sehingga memberikan manfaat untuk pedoman pencatatan nama, penulisan nama pada dokumen kependudukan, dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan," jelasnya.


Selain itu, tambah Zudan, peraturan ini ditujukan untuk memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.


Zudan memberikan contoh terkait kemudahan saat seorang anak membutuhkan dokumen dalam pelayanan publik seperti saat pendaftaran sekolah dan ketika si anak diminta guru menyebutkan namanya, dalam pembuatan ijazah, paspor dan lain sebagainya.


Alasan minimal dua kata adalah lebih dini dan lebih awal memikirkan, mengedepankan masa depan anak. Contoh ketika anak mau sekolah atau mau ke luar negeri untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata. "Nama harus selaras dengan pelayanan publik lainnya," jelasnya.


"Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal dua kata, namun jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh," imbuhnya.


Hal ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan.


Terkait Nama 

Nama merupakan penyebutan untuk memanggil seseorang sebagai identitas diri. Berdasarkan basis data kependudukan (database SIAK), terdapat nama-nama yang jumlah huruf terlalu banyak. Ada pula nama panjang melebihi ketentuan karakter pada aplikasi dan formulir dokumen. Contoh: Ikajek Bagas Paksi Wahyu Sarjana Kesuma Adi, Emeralda Insani Nuansa Singgasana Pelangi Jelita Dialiran Sungai Pasadena.


Terdapat pula nama yang terdiri dari satu huruf, dan nama yang disingkat sehingga dapat diartikan berbagai macam. Contoh: A, M. Panji, A Hakam AS Arany, K D Katherina Hasan. Juga ada nama yang mempunyai makna negatif, contoh: Jelek, Orang Gila, H. Iblis, Aji Setan, Neraka IU.


Banyak pula nama yang bertentangan dengan norma kesusilaan, contoh: Pantat, Aurel Vagina, Penis Lambe. Malah ada juga nama yang merendahkan diri sendiri dan bisa menjadi bahan perundungan, contoh: Erdawati Jablay Manula, Lonte, Asu, Ereksi Biantama.


Selain itu, ada nama-nama yang berpengaruh negatif pada kondisi anak. Contoh: Tikus, Bodoh, Orang Gila. Ada juga yang menamakan anak menggunakan nama lembaga negara, mewakili atau menyerupai jabatan, pangkat, penghargaan. Contoh: Mahkamah Agung, Bapak Presiden, Polisi, Bupati, Walikota.


Dampak

Memperhatikan contoh nama tadi dapat mengakibatkan antara lain: nama yang terlalu panjang akan menyebabkan sulitnya penulisan nama lengkap pada basis data maupun dokumen fisik (Akta lahir, KTP-el, KIA, SIM, paspor, STNK, ijazah dan ATM Bank).


Ini menyebabkan perbedaan penulisan nama seseorang pada dokumen yang dimiliki oleh satu orang yang sama akibat keterbatasan jumlah karakter pada masing-masing dokumen.


Sebagai contoh, panjang nama di KTP-el akan jatuh ke baris kedua dan terpotong jika lebih dari 30 karakter. Di samping itu, nama-nama yang bermakna negatif, bertentangan dengan norma agama, kesopanan dan kesusilaan akan menjadi beban pikiran terhadap perkembangan anak sampai ia dewasa, seumur hidup. Bahkan sampai dia berketurunan, karena nama diberikan hanya sekali dalam seumur hidup.


Dirjen Zudan menjelaskan, bahwa setiap penduduk memiliki identitas diri dan negara harus memberikan perlindungan dalam pemenuhan hak konstitusional dan tertib administrasi kependudukan.


Selain itu, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.


Tujuan aturan ini dibuat untuk sebagai pedoman pencatatan nama, pedoman dalam penulisan nama pada dokumen kependudukan, meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan.


"Sekaligus memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan," urai Zudan.


Melalui Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama Pada Dokumen Kependudukan dijelaskan bahwa pencatatan nama adalah penulisan nama penduduk untuk pertama kali pada dokumen kependudukan.


Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi, menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada Dokumen Kependudukan, dan gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.


Lebih jauh, Zudan menjelaskan, dalam tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan ini dilarang disingkat, kecuali tidak diartikan lain. Artinya, boleh disingkat namun harus konsisten dengan singkatan tersebut, tidak boleh berubah-ubah selamanya. Sebab akan berlaku seumur hidup pada dokumen kependudukan dan dokumen pelayanan publik lainnya. Contoh: nama seseorang Abdul Muis, jika pemohon meminta untuk disingkat namanya menjadi Abd Muis boleh saja, namun selamanya akan Abd Muis. Inilah namanya. Abd tidak dianggap lagi sebagai singkatan tetapi sudah menjadi nama.


"Di samping itu, tidak boleh menggunakan angka dan tanda baca. Dan juga tidak boleh mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil. Akta pencatatan sipil itu antara lain akta kelahiran, perkawinan, perceraian dan kematian," papar Zudan.


Tetap Berlaku

Pada saat Permendagri ini mulai berlaku, maka Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang telah dilaksanakan sebelumnya, dinyatakan tetap berlaku. Maksudnya, bagi nama penduduk yang sudah tercatat pada data kependudukan yang sebelum diundangkannya Pemendagri Nomor 73 Tahun 2022, maka dokumen yang telah terbit sebelumnya dinyatakan tetap berlaku. Permendagri ini diundangkan pada tanggal 21 April 2022.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin