Nasional

Bagaimana Implikasi Teknologi USG terhadap Masa Iddah?

Kam, 16 September 2021 | 15:00 WIB

Bagaimana Implikasi Teknologi USG terhadap Masa Iddah?

Teknologi Usg dan iddah. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online
Maria Ulfah Anshor menyebutkan dalam wacana fiqih, banyak ditemukan pendapat ulama yang mengukuhkan bahwa hikmah iddah bagi perempuan dominan berkaitan dengan faktor biologis, yakni mengetahui bersihnya rahim seseorang.


Sementara di era teknologi kini, Komisioner Komnas Perempuan itu mengatakan terdapat banyak alat kedokteran yang mampu mengetahui atau mendeteksi keadaan rahim wanita apakah hamil atau tidak, tanpa perlu menunggu sampai tiga atau empat bulan sepuluh hari. Hal itu pada akhirnya menimbulkan beberapa spekulasi terkait relevansi iddah di masa kini.


“Kecanggihan alat kedokteran ini juga perlu ditelaah lebih dalam apakah bisa menjawab rahasia teks ayat yang menyatakan tiga kali quru’ seperti dalam surat Al Baqarah ayat 228 itu,” kata Maria Ulfah pada siaran Pengajian dan Khatmil Qur’an yang mengangkat tema seputar iddah, Rabu (15/9) malam.


Ia menegaskan alasan perlunya penelitian lebih detail, meskipun alat USG dapat mendeteksi secara akurat, tetapi tetap saja tidak dapat mempengaruhi ketentuan iddah dalam nash Al Qur’an, karena bara’atur rahim (menjaga rahim) merupakan hikmah iddah, dan itu tidak bisa dijadikan sandaran dalam pembentukan hukum.


“Karena tujuan iddah bagi perempuan berkaitan dengan faktor biologis, bahwa maksud dari iddah adalah bara’atur rahim (menjaga rahim) dari bercampurnya nasab. Dan itu merupakan mukjizat dari Al Qur’an,” tegasnya.


Hikmah lain dari iddah, tambah dia, antara lain memastikan kekosongan rahim, memberikan opsi untuk kembali kepada keutuhan rumah tangga. “Jika dirasakan banyak manfaatnya dan mendapatkan kemaslahatan untuk kelanjutan rumah tangganya maka ini juga bisa dipertimbangkan untuk kembali rujuk,” tambah Pendiri Yayasan Pendidikan dan Pesantren Terpadu An-Nahla Bogor itu.


Berkaitan dengan teks mengenai quru’, sebuah studi ilmiah dan penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti Amerika Serikat menguatkan hikmah mukjizat ilmiah dalam Al-Quran dan hukum Syariah Islam yang berkaitan dengan masa iddah (tunggu) bagi perempuan selama 120 hari dan larangan menikahi saudara sepersusuan. Menurut keterangan dari Maria Ulfah, penelitian tersebut dilihat dari perspektif toksikologi (ilmu tentang zat beracun yang berbahaya).


“Jadi, ada masa bahwa sel itu akan hidup 120 hari. Dan jika terjadi perubahan benda asing yang masuk ke perempuan tersebut, seperti sperma sebelum periode masa ini, maka akan terjadi gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya dan bisa menyebabkan risiko tumor ganas,” jelas anggota Tim Pengarah World Population Foundation (WPF) ini.


Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa penelitian tersebut juga mengonfirmasi secara ilmiah seputar peningkatan kanker rahim dan payudara pada perempuan yang memiliki hubungan seksual dengan lebih dari satu orang laki-laki.


“Nah, penelitian itu menyebutkan, jika ada hubungan pernikahan atau persetubuhan sebelum periode ini dan terjadi kehamilan. Maka si janin akan membawa sebagian sifat genetik dari sperma yang pertama dan kedua,” terang penulis buku Fikih Aborsi itu.


“Jadi, akan ada sifat genetik yang menempel pada proses pertemuan sperma dan ovum yang kemudian menjadi embrio dan selanjutnya menjadi janin/bayi di dalam rahim,” sambungnya.


Disimpulkanya, banyak terdapat rahasia penting yang terkandung dalam teks tsalasata quru’ (tiga masa) yang menjadi dasar hukum iddah. Hal itu terbukti dari banyaknya temuan-temuan modern seperti di atas yang membuktikan dan mendukung terhadap ketentuan Allah terkait itu.


Bahkan, temuan modern tersebut pun mengukuhkan sudut pandang ayat Al Qur’an dan dalil-dalil yang menyebutkan tsalata quru’ bagi wanita-wanita yang ditalak, hendaklah menahan diri/menunggu 3 kali masa quru’. Hal ini juga menjadi semacam penegasan hukum iddah dalam Islam.


“Jika dikaji ulang dengan sedemikian rupa itu ternyata dari masa iddah ini ditemukan beberapa manfaat atau hikmah yang terkandung di dalamnya,” ungkap perempuan yang pernah aktif di Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakspesdam) NU itu.


Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Muhammad Faizin