Jakarta, NU Online
Tadarus Islam Nusantara yang menjadi kajian rutin Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta untuk merespon kondisi terkini bangsa menghadirkan Guru Besar Australian National University (ANU), Greg Fealy, Jumat (9/12) malam nanti.
Greg Fealy yang juga penulis buku Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU 1952-1967 ini akan membahas Peta Gerakan Islam Indonesia Kontemporer dengan sejumlah pakar lain sebagai respon menguatnya gerakan Islam konservatif di tanah air akhir-akhir ini.
Dihubungi NU Online, Asisten Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta Deni Hamdani menjelaskan, Greg Fealy akan memberikan gambaran tentang peta gerakan Islam pasca reformasi hingga sekarang. Hal ini dipandang perlu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat seiring menguatnya Islam garis keras.
āSebelum reformasi, NU dan Muhammadiyah masih memegang kendali sebagai Ormas Islam mainstream pengusung perdamaian, moderatisme, dan toleransi,ā ujar Deni.
Namun pasca reformasi, lanjutnya, kecenderungan gerakan Islam berubah. Pemahaman Islam ramah yang ditebarkan oleh NU dan Muhammadiyah mempunyai tantangan besar dengan menguatnya paham-paham Islam garis keras atau radikal.
āSelain puritanisme, mereka juga mengusung formalisme agama ke dalam sistem negara sehingga yang ada saat ini kita seolah berkonfrontasi dengan saudara sebangsa sendiri yang non-muslim,ā terangnya.
Hal itu terjadi ketika perhelatan politik datang sehingga menurut pandangan awal Greg Fealy, beberapa aksi yang telah dilakukan oleh sebagian umat Islam lalu lebih dari sekadar persoalan penistaan agama yang kita ketahui masih bersifat nisbi karena kental dengan agenda politik.
Di sisi lain, Deni menambahkan, persoalan menguatnya gerakan formalisme dan konservatisme Islam terjadi ketika bangsa Indonesia yang non-muslim dibubarkan secara paksa ketika sedang beribadah.
āInilah perubahan konstelasi wacana dan praksis keagamaan yang perlu diperhatikan oleh Ormas Islam moderat. Sebab jika Islam konservatif menguat, gerakan Islam garis keras menguat, maka yang timbul adalah intoleransi terhadap saudara sebangsa sendiri,ā tegas Deni. (Fathoni)Ā