Muhammad Raply (17) sangat ideal menjadi penyerang sepak bola. Memang terbukti ia menjadi mesin gol. Pada Liga Santri Nusantara 2016 yang berakhir Ahad (30/10) lalu, ia merupakan pencetak gol terbanyak dari ribuan pemain lain sejak awal kompetisi tahun ini bergulir.
Rafly yang bergabung kesebelasan Pondok Pesantren Al-Asy’ariyah Tangerang mampu menyarangkan 15 gol ke gawang lawan-lawannya.
Dengan tinggi badan 179 cm dan berat badan 55 kg, menurut pengamat sepak bola nasional, M Kusnaeni, Raply memiliki segalanya bagi seorang mesin gol di kalangan santri. Bahkan di liga lain pun yang seusia dengan dia, menurut pria yang disapa Bung Kus ini, Raply mampu bersaing.
“Ia istimewa di permainan Liga Santri; sulit dihentikan bek-bek lawan. Kadang-kadang, dia duel satu lawan tiga saja bisa menang. Tidak heran, dia sudah bikin 13 gol,” ungkap Bung Kus ketika gol Raply membawa timnya ke semifinal setelah mengandaskan langkah Darussalam Banyuwangi. Sampai ke perebutan juara tiga, Raply kemudian menambah dua gol.
Tahun ini merupakan pertama kalinya Raply ikut di Liga Santri Nusantara. Bersama Al-Asy’ariyah dia mengantarkan tim asal Kabupaten Tangerang Banten itu menjadi juara ketiga setelah dikalahkan Walisongo Sragen di semifinal.
Pada laga melawan Walisongo, Raply tidak mampu mencetak satu gol pun. Bahkan ia hampir tidak banyak mendapatakan bola, terutama babak pertama. Penyuplai bola dari tengah dikunci rapat pemain Walisongo dengan disiplin. Kalaupun dia mendapat bola, dua tiga pemain sudah mengurung.
Ditemui NU Online selepas kekalahannya itu, tiap pertanyaan dijawab langsung dengan ringan seolah lupa dengan kekalahannya. Menurutnya, kekalahan karena timnya tidak fokus di awal. Kedua faktor supporter yang sangat banyak dari kubu lawan. Ketiga karena pemainnya terlalu lelah, tiga hari berturut-turut main.
Faktor kelelahan memang menjadi kendala semua pemain, tidak hanya tim Raply. Walisongo juga menjalani pertandingan maraton. Namun tim Raply memiliki permainan agresif sehingga banyak menguras tenaga.
“Tim kita tidak beruntung,” kata anak kelas tiga Madrasah Aliyah Jurusan Keagaaan ini. Namun secara detil, menurutnya, faktor kekalahan karena anak-anak kurang fokus.
Ia kemudian bercerita ingin menjadi pesepak bola profesional. Hal itu dilakukannya dengan berlatih terus menerus, di rumah, di pondok pesantren bersama teman-temannya. Bahkan dia sering berlatih fisik sendiri.
“Cita-cita saya ingin menjadi sepak bola profesional,” kata pengagum Luis Suarez.
Ia tidak seperti Hayatul Rojal, mesin gol kedua terbanyak, asal Pondok Pesantren Thoriqun Najah Aceh Selatan yang menangis sesenggukan di bangku official lapangan setelah timnya dikalahkan Nur Iman. Mukanya penuh duka dan menjawab singkat-singkat ketika diajak bicara.
Pada penyerahan penghargaan perncetak gol terbanyak. Raply tampil dengan peci hitam, baju putih dan celana panjang. Ia diganjar 10 juta oleh panitia. (Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Kemenag Tetapkan Gelar Akademik Baru untuk Lulusan Ma’had Aly
2
LKKNU Jakarta Perkuat Kesehatan Mental Keluarga
3
Mahasiswa Gelar Aksi Indonesia Cemas, Menyoal Politisasi Sejarah hingga RUU Perampasan Aset
4
3 Alasan Bulan Kedua Hijriah Dinamakan Safar
5
Kopri PB PMII Luncurkan Beasiswa Pendidikan Khusus Profesi Advokat untuk 2.000 Kader Perempuan
6
Anggapan Safar sebagai Bulan Sial Berseberangan dengan Pandangan Ulama
Terkini
Lihat Semua