Nasional

Begini Penanganan Hewan Ternak yang Terjangkit PMK

Ahad, 12 Juni 2022 | 22:00 WIB

Jakarta, NU Online
Penyebaran virus penyakit mulut dan kuku (PMK) atau yang disebut juga foot and mouth disease (FMD) kian merebak di tengah kebutuhan hewan kurban yang terus meningkat.


Anggota Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) dr Syifa Mustika memaparkan hal yang dapat dilakukan masyarakat apabila mendapati gejala infeksi virus pada hewan ternaknya.


“Peternak wajib melaporkan kejadian PMK kepada Pemerintah Daerah dan/atau dokter hewan berwenang setempat apabila mengetahui gejala-gejala ini pada ternak,” kata dr Syifa dalam keterangan yang diterima NU Online pada Ahad (12/6/2022).


Adapun gejala umum yang dapat diamati pada hewan ternak ketika terinfeksi antara lain kepincangan, hipersalivasi (ngileran), air liur terlihat menggantung, air liur berbusa di lantai kandang, dan pembengkakan kelenjar submandibular (bawah rahang).


Kemudian adanya erosi di sekitar mulut, lidah, gusi, hidung, kulit sekitar teracak dan puting, lepuh pada batas antara kuku dan kulit di daerah kaki, luka pada celah kuku hingga kuku terlepas. Lalu, hewan lemas dan lebih sering berbaring, demam tinggi mencapai 41 derajat celcius, serta penurunan produksi susu yang drastis pada sapi perah.


Lebih lanjut, dr Syifa menjelaskan bahwa morbiditas atau angka kesakitan PMK bisa mencapai 100 persen dari populasi. Kendati demikian, tingkat kematian hewan dewasa umumnya sangat rendah, tetapi akan lebih tinggi pada hewan berusia muda yakni mencapai 50 persen.


Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat memperketat pengawasan pada distribusi hewan ternak dengan membentuk tim satgas guna menanggulangi wabah penyakit tersebut.


“Harus secara serius ada tim yang memastikan hewan-hewan yang akan dikonsumsi bebas PMK,” ujarnya.


Sementara itu, masyarakat yang tinggal di daerah teridentifikasi adanya kasus PMK diimbau agar tidak terlebih dahulu mendistribusikan hewan untuk dikonsumsi serta diberikan penanganan intensif.


“Terutama hewan kurban, harus ada dari Dinas Peternakan dan dokter hewan yang memastikan kesehatan hewan kurban,” ungkapnya.


Penyebab penularan
Melansir laman resmi DKPP Jawa Barat, masa inkubasi dari penyakit ini adalah 1-14 hari (masa hewan tertular hingga timbul gejala penyakit). Objek sumber pembawa virus PMK dan berpotensi sebagai sumber penularan meliputi manusia, pakaian, kendaraan, peralatan, serta mesin-mesin.


Virus ini ditularkan ke hewan melalui beberapa cara antara lain, pertama, kontak langsung antara hewan yang tertular dengan hewan rentan melalui droplet, sisa makanan, atau sampah yang terkontaminasi hewan yang tertular.


Kedua, kontak tidak langsung melalui peralatan makan, alas kandang, serta udara antara hewan tertular dengan hewan rentan.


Upaya pencegahan
Adapun langkah-langkah pencegahan penyebaran virus PMK di antaranya, pertama, melakukan biosekuriti barang dengan cara disposal yakni pemusnahan barang yang terkontaminasi. Dekontaminasi barang bisa dengan melakukan desinfeksi, fumigasi, atau penyinaran kandang menggunakan lampu ultra violet.


Kedua, melakukan biosekuriti kandang melalui desinfeksi kandang dan peralatan secara berkala. Dekontaminasi kandang bisa dengan melakukan pencucian kandang, peralatan, kendaraan, atau benda-benda yang berpotensi menularkan PMK menggunakan deterjen atau desinfektan.


Ketiga, biosekuriti pada karyawan peternakan dengan melakukan penyemprotan disinfektan terhadap karyawan yang akan memasuki area kandang. Karyawan juga wajib mengganti baju lengkap dengan seragam APD, sepatu boot, dan masker.


Keempat, biosekuriti tamu kunjungan. Sama dengan karyawan, tamu yang akan masuk kandang harus mengganti baju lengkap dengan seragam APD, sepatu boot dan masker.


Kelima, biosekuriti kendaraan yakni menyemprot ban dan bagian bawah kendaraan menggunakan larutan desinfektan.


Keenam, biosekuriti ternak dengan cara memisahkan ternak yang baru datang dari luar peternakan ke kandang karantina atau isolasi selama 14 hari.


Apabila terdapat gejala klinis, maka ternak harus dimasukkan ke kandang isolasi dan ditangani lebih lanjut oleh petugas kesehatan hewan dan dilaporkan pada dinas peternakan setempat.


Selain itu, perlu adanya perlindungan pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans. Lalu, memusnahkan bangkai, sampah, serta seluruh produk hewan pada area yang terinfeksi. Kemudian, melarang masuknya ternak baru dari daerah tertular.


Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori