Nasional

Begini Strategi Dakwah Hadapi Salafi-Wahabi

Jum, 1 Februari 2019 | 00:30 WIB

Begini Strategi Dakwah Hadapi Salafi-Wahabi

H Asad Said Ali (Ist.)

Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum PBNU masa khidmah 2010-2015, H As’ad Said Ali mengungkapkan strategi yang sebaiknya digunakan untuk menghadapi kaum salafi wahabi yang sering membid'ah-bid'ahkan amaliah Ahulussunnah wal Jamaah.

Salah satunya adalah dengan berdebat menggunakan dalil kuat sebagaimana yang dicontohkan KH Wahab Hasbullah dan KH Asnawi Kudus melayani perdebatan dengan Syaikh Surkati. Dalil-dalil ini akan melindungi Nahdliyyin sekaligus sebagai modal debat dengan mereka.

"Strategi tepat antara lain dilakukan oleh PWNU Jatim yang menerbitkan kitab berisi dalil tentang ajaran-ajaran yang sering menjadi amalan kaum Aswaja misalnya ziarah kubur, tahlilan dan lain-lainnya. Kitab-kitab itu bisa menjadi rujukan dalam menjawab tentang tuduhan bid’ah," ungkapnya melalui akun Facebook-nya, Kamis (31/1) malam.

Menurutnya tidak baik jika sesama muslim saling hujat-menghujat. Kalau amaliah dihujat sebaiknya tidak usah melayani dan terus berdakwah dengan hikmah.

Dalam hal ini lanjutnya, kita harus bersaing dengan kaum Muwahidun atau Salafi dalam konteks dakwah melalui prinsip fastabikhul khairat atau berlomba dalam kebajikan. Kita harus yakin bahwa kita yang benar dan yang banyak pendukungnya.

"Ayo, fastabikhul khairat, siapa yang paling banyak pengikutnya dan siapa yang paling dulu masuk surga," ajaknya.

Kiai As'ad juga mengungkapkan, Wahabi di negara asalnya adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahab yang dikenal dengan Muwahidun. Mereka juga mengaku Ahlussunnah seperti halnya di kita. Pertengahan 80-an, mulai terkenal dengan sebutan Salafi.

"Berbagai sumber mengatakan, jumlah kaum Salafi itu hanya 80 juta sedangkan Ahlussunnah semacam kita ini 1,5 milyar. Sebaiknya juga perlu mengetahui bahwa mereka terpecah," ungkap pria Alumnus Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta itu.

Menurutnya ada Kelompok Salafi Nashirudin Albany yang menganggap Salafi yang menjadi aliran resmi di Saudi bukanlah Salafi karena masih mengakui mazhab (Hambali) mereka berpandangan salafi tidak boleh mengikuti mazhab manapun.

Ada juga salafi yang berpolitik (Salafy Sururi) yang dianggap keluar dari Salafi oleh ulama Salafi Arab Saudi. Apalagi kelompok salafi jihadi (Usama bin Ladin ) mereka anggap sesat. Diantara sesama Salafi juga saling sesat menyesatkan dan menganggap di luar mereka tidak tahu apa-apa.

"Mereka itu menganggap kita 'bodo'," tulisnya.

Terkait dengan aliran dana, pria yang pernah menjadi petinggi Badan Intelejen Negara (BIN) ini pun mengungkapkan bahwa bantuan dari Jazirah Arab untuk kelompok salafi di Indonesia, sejak pangeran Mohamad bin Salman menjadi putera mahkota berkurang sekitar 70 persen. (Muhammad Faizin)