Belajar dari Gus Dur, Gus Yahya Akui Perjuangannya Hanya untuk Kemanusiaan
Senin, 13 Februari 2023 | 12:00 WIB
Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan pidato ilmiah dalam penganugerahan doktor honoris causa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin (13/2/2023) di Auditorium Prof Dr HM Amin Abdullah. (Foto: LTN PBNU)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Yogyakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa sejak mudanya ia diliputi kecemasan luar biasa mengenai bagaimana seharusnya Islam hadir dalam konteks realitas situasi kekinian. Terlebih sebelumnya dalam pemikirannya, Islam malah di bawah tekanan dan serangan dari berbagai arah. Kecemasan juga muncul karena kemunculan radikalisme dan terorisme.
Ia mengaku beruntung bertemu dengan KH Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU 1984-1999, Presiden Keempat Republik Indonesia). Sosok Gus Dur, sapaan akrabnya, banyak memberikan inspirasi, pengetahuan, pengalaman, dan akses terhadapnya.
“Dia dalam banyak kesempatan kemudian membuka jalan saya tentang realitas,” ujarnya saat menyampaikan pidato ilmiah sebagai penerima gelar doktor kehormatan di Auditorium Prof M. Amin Abdullah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Senin (13/2/2023).
Menurutnya, peperangan atau konflik antarkelompok tidak menghasilkan pemenang, melainkan semuanya kalah. Karenanya, belajar dari KH Abdurrahman Wahid, Gus Yahya menegaskan bahwa aktivitasnya berjuang untuk kemenangan kemanusiaan.
“Pelajaran saya dari Gus Dur, saya menyadari tidak ada jalan terbaik untuk menolong kondisi Islam daripada perjuangan untuk kemanusiaan,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh Rembang, Jawa Tengah itu.
Gus Yahya menegaskan bahwa kemenangan kemanusiaan adalah kemenangan semua kelompok, tidak hanya Islam, tetapi juga Kristen, Hindu, Syiah, Sunni, dan sebagainya.
“Jika kemanusiaan menang, semua menang. Kemanusiaan menang, Islam memang. Kemanusiaan menang, Kristen menang. Kemanusiaan menang Hindu menang. Semua orang menang. Syiah menang. Sunni menang,” kata kata ulama kelahiran Rembang, Jawa Tengah 56 tahun yang lalu itu.
Oleh karena itu, Gus Yahya menegaskan bahwa aktivitasnya saat ini tidak lain untuk peradaban kemanusiaan. “Memperebutkan kebaikan tidak ada kecuali untuk peradaban manusia,” pungkasnya.
Ketua Tim Promotor Prof H Machasin menyampaikan bahwa Gus Yahya memiliki kontribusi yang tidak hanya bagi warga Nahdliyin saja, melainkan juga warga dari komunitas organisasi atau agama lainnya. “Punya aktivitas agama tidak hanya bagi komunitasnya, tetapi juga bagi luar komintasnya,” katanya.
Penganugerahan gelar doktor kehormatan ini juga diberikan kepada dua tokoh lainnya, yakni Sudibyo Markus (Dewan Pakar Majelis Pelayanan Sosial Pimpinan Pusat Muhammadiyah) dan Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot (Presiden Badan Kepausan untuk Dialog Lintas Agama Vatikan).
Anugerah gelar doktor ini dihadiri sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, Sultan Hamengkubuwono X, sejumlah tokoh Katholik.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Ini Link Download Logo Hari Santri 2024
2
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
3
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
4
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
5
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
6
Menyoal Kampanye Debat Publik di Pilkada Calon Tunggal
Terkini
Lihat Semua