Nasional

Bercermin dari Sejarah, Habib Luthfi: Indonesia Kuat karena Persatuan

Sab, 19 Agustus 2023 | 11:00 WIB

Bercermin dari Sejarah, Habib Luthfi: Indonesia Kuat karena Persatuan

Mustasyar PBNU Habib Muhammad Luthfi bin Yahya saat mengisi mauidhah hasanah Tasyakuran HUT RI Ke-78 Tahun dan Pelantikan MUI Kabupaten Subang yang digelar di Lapangan Bintang, Kelurahan Pasirkareumbi, Subang, Jawa Barat, Jum’at (18/8/2023) malam. (YouTube Pemda Subang)

Subang, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Habib Muhammad Luthfi bin Yahya menegaskan bahwa Indonesia kuat karena persatuan bangsa. Hal ini sudah dibuktikan oleh leluhur bangsa Indonesia sejak ratusan, bahkan ribuan tahun silam.


“Bangsa kita ini bangsa yang besar, bukan bangsa yang lemah,”tegas Habib Luthfi saat mengisi mauidhah hasanah Tasyakuran HUT ke-78 RI dan Pelantikan MUI Kabupaten Subang yang digelar di Lapangan Bintang, Kelurahan Pasirkareumbi, Subang, Jawa Barat, Jumat (18/8/2023) malam.


Dalam kegiatan tersebut, habib asal Pekalongan ini mengurai sejarah para leluhur bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan, mulai dari kerajaan Pajajaran, Majapahit, Mataram, Sriwijaya, Kutai Kertanegara, Singosari, Daha, hingga Aceh.


“Itulah nenek moyang kita, langsung atau pun tidak, beliau-beliau ini sesepuh bangsa. Jadi kalau melihat sejarah tersebut, bangsa Indonesia bukan bangsa yang main-main, bukan bangsa yang disepelekan,” ujarnya.


Dalam kesempatan tersebut, Habib Luthfi menyatakan bahwa kekuatan bangsa Indonesia menjadi lemah karena konflik internal. Ia mencontohkan konflik bersaudara antara kerajaan Singosari dan Daha, hingga datanglah invasi pasukan Kubilai Khan dari Kerajaan Mongol yang dikenal memiliki angkatan perang kuat.


Saat itu, pasukan Kubilai Khan menekan dan meminta upeti kepada Raja Singosari, Raden Wijaya. Permintaan itu kemudian diterima dengan syarat pasukan Kubilai Khan harus menaklukkan dulu Kerajaan Daha yang saat itu dipimpin Jayakatwang. Usai menaklukkan Jayakatwang, Singosari menyerang balik pasukan Mongol dan akhirnya pasukan Mongol pun menyerah.


“Dari sekian puluh kapal (pasukan Kubilai Khan) hanya satu saja yang selamat. Ini menjadi mata pelajaran pada waktu di Majapahit,” tambah Rais Amm Jatman itu.


Habib Luthfi juga membuka sejarah Gajah Mada yang berhasil melakukan ekspansi dan menguasai wilayah dari Sri Langka hingga Indocina. Jika ditafsirkan, hal itu menjadi show of force kepada dunia internasional. Terlebih kepada pasukan Mongol agar jangan sembarangan dengan Indonesia yang saat itu masih Nusantara.


“Ini Majapahit, jangan sekali-kali kalian masuk Indonesia, kalian Kubilai Khan paling cuma bisa masuk ke Singosari. Ini Gajah Mada yang mampu masuk Sri Langka sampai Indocina,” tandasnya disambut tepuk tangan ribuan hadirin yang memadati lokasi acara.


Dalam kesempatan tersebut, Habib Luthfi juga mencontohkan lemahnya pertahanan kerajaan Aceh karena konflik internal akibat adanya provokasi dari Portugis.


Toleransi leluhur bangsa
Selain itu, Habib Luthfi juga membeberkan sikap toleransi yang dilakukan oleh para leluhur bangsa Indonesia. “Contoh yang sangat luar biasa, Prabu Siliwangi mengangkat Syekh Quro, yang ngangkat agamanya beda, yang diangkat agamanya beda,” tandasnya.


Zaman Majapahit, sambung Habib Luthfi, Prabu Brawijaya mengangkat Maulana Malik Ibrahim menjadi menteri urusan irigasi dan Syekh Ibrahim as-Samarqandi (ayah Sunan Ampel) diangkat menjadi menteri keuangan.


“Jadi toleran itu sudah kita yang ketinggalan, sudah 700 tahun yang lalu. Apalagi zaman Hijrah dengan adanya Piagam Madinah,” tuturnya.


Dijelaskannya, Rasulullah menjaga persatuan negara Arab yang heterogen dari berbagai suku bangsa dan agama dengan lahirnya Piagam Madinah.


“Kaum Yahudi diberi hak, kepala-kepala suku dengan segala macam paham dan ideologinya diberi hak. Sedangkan Rasulullah berjalan dengan risalahnya karena risalahnya untuk rahmatan lil alamin, bukan untuk bangsa Arab saja,” bebernya.


Mengingat hal tersebut, Habib Luthfi mengajak kepada masyarakat untuk terus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Ia juga mengajak masyarakat untuk kembali membuka sejarah, terlebih sejarah perjuangan bangsa Indonesia agar generasi berikutnya tidak kehilangan jati diri dan memiliki nasionalisme yang kuat.