Nasional

Bersama Fatayat, Menaker Sosialisasikan Penempatan Tenaga Kerja

Rab, 29 Juli 2015 | 05:00 WIB

Probolinggo, NU Online
Menteri Ketenagakerjaan RI M. Hanif Dhakiri melakukan jalan santai bersama seribu perempuan Kota Probolinggo, Senin (27/7). Kegiatan dalam rangka pelantikan Pimpinan Cabang Fatayat NU Kota Probolinggo itu dimulai dari Pesantren  Raudlatul Muta’allimin di Kelurahan Wonoasih Kecamatan Wonoasih.
<>
Jalan santai dilepas Menteri M. Hanif Dhakiri didampingi istrinya Hj. Marifah Hanif Dhakiri sekitar pukul 06.00 WIB. Rencana awal, menempuh rute sekitar 2 kilometer dari Ponpes Raudlatul Muta’allimin menuju GOR Mastrip dan finish kembali di pesantren yang sama, berubah haluan. Mereka memilih rute dengan start dari Ponpes Raudlatul Muta’allimin ke utara menuju Pasar Sapi Jrebeng Kidul dan belok kanan menuju Jalan Ir. Sutami dan belok kanan di Pasar Wonoasih serta finish di tempat asal.

“Bapak Menteri menginginkan rute jalan santai bisa bertatap langsung dengan masyarakat sekaligus bisa blusukan,” ujar Ketua PC Fatayat NU Kota Probolinggo Nur Hudana.

Dalam acara itu, Menteri Hanif Dhakiri bersama istrinya yang didampingi Ketua PC Fatayat NU Kota Probolinggo Nur Hudana dan Sekretaris PP Fatayat NU Anggi Maharani terlihat antusias mengikuti jalan santai. Usai jalan santai, Menteri Hanif melakukan dialog dan sosialiasi penempatan tenaga kerja dalam negeri atau luar negeri kepada peserta jalan santai.

Hanif menegaskan, pihaknya menyetop dan melarang pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke Timur Tengah. Sebab, perlindungan dan gaji jadi TKI di Timur Tengah, sangat minim.

“Berbeda di Asia Pasifik, perlindungan dan gajinya cukup baik,” ujarnya didampingi Dirjen Binapentasker Hery Sudarmanto, Direktur PTKDN Wisnu Pramono, Direktur PTKLN Guntur Wicaksono dan Direktur PTKS Erna Novianti.

Meski begitu kata Hanif, tak semua TKI yang di Timur Tengah dilarang. Larangan ini khusus pembantu rumah tangga. Sedangkan, bila bekerja di mal atau rumah sakit, masih boleh. Katanya, ke depan pihaknya akan terus memperbaiki pelayanan TKI. “TKI harus dipersiapkan keterampilan dan skill-nya. Sehingga, performa kerjanya lebih baik,” ujarnya.

Sedangkan untuk tenaga kerja dalam negeri, Hanif mengaku pihaknya mempunyai program Three in One. Yakni, pelatihan, sertifikasi dan penempatan. Masyarakat yang belum bekerja bisa dilatih, setelah itu diberi sertifikat dan ditempatkan. Salah satu upayanya adalah melalui Balai Latihan Kerja (BLK).

Di samping itu, Menteri juga menghapus persyaratan minimal harus berijasah SMA bila hendak masuk BLK. Menurutnya, siapa pun yang ingin belajar bisa langsung ke BLK. Tak peduli yang lulus SD atau SMA. Semua harus diberi kesempatan. Langkah ini agar masyarakat yang tak punya ijazah, punya kesempatan untuk belajar. Sehingga, punya kompetensi.

“Sementara kami juga mendorong para pelaku IKM (Industri Kecil dan Menengah) untuk menempatkan syarat lowongan bukan pada ijazah. Tapi, berdasar kompetensi yang dimiliki. Misalnya, pabrik garmen. Yang dicari, ya orang yang bisa menjahit, tidak berdasar lulusan SMA,” tegasnya. (Syamsul Akbar/Abdullah Alawi)