Nasional

Ledakan Bom Bunuh Diri, Media Punya Peran Penting Perkuat Moderasi Beragama

Sab, 10 Desember 2022 | 08:00 WIB

Ledakan Bom Bunuh Diri, Media Punya Peran Penting Perkuat Moderasi Beragama

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nizar Ali, Jumat (9/12/2022) menegaskan bahwa dunia ini tidak bisa dilepaskan dari media. (Foto: Kemenag)

Bogor, NU Online

Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Nizar Ali menegaskan bahwa dunia ini tidak bisa dilepaskan dari media. Karena media bisa digunakan di berbagai bidang, pendidikan, politik dan banyak lagi bidang lain yang menjadi informasi penting. Termasuk sebagai penguatan moderasi beragama.


"Saya rasa teman-teman media harus memiliki pengetahuan tentang moderasi beragama karena ini menjadi program nasional," kata Nizar Ali di hadapan para awak media dalam kegiatan Media Gathering, Jumat (9/12/2022) di Bogor, Jawa Barat.


Penguatan moderasi beragama dalam setiap pemberitaan bukan tanpa alasan karena menurut Nizar Ali, akhir-akhir ini dan puluhan tahun lalu banyak muncul gerakan intoleran yang ditandai dengan radikalisme, aksi teror, bom bunuh diri, dan lain-lain.


"Kita tahu bahwa dalam agama apapun pasti akan mengajarkan memanusiakan manusia. Ini kok ada orang yang kepentingannya membunuh orang," ujar Nizar.


Menurut dia, kalau sudah pada bom bunuh diri, itu menjadi pertanda ancaman bagi masyarakat, karena ada cara pandang esktrem mengabaikan martabat kemanusiaan.


"Kita tahu dalam agama, agama manapun pasti akan mengajarkan memanusiakan manusia. Ini kok ada orang yang bon bunuh diri untuk membunuh orang. Ini mindset cara pandang yang menurut saya perlu diluruskan, salah satunya yang dengan moderasi beragama," ucap Nizar.


Moderasi beragama merupak gerakan yang masif Kementerian Agama untuk mencerdaskan sehingga nanti cara pandang dan sikap masyarakat bisa moderat dan indikatornya saya rasa 4 hal.


Pertama, komitmen kebangsaan. Apabila ada orang cinta tanah airnya itu minim, kata Nizar, tentu ini masuk dalam tidak moderat atau radikal.


"Ada orang ingin mengganti ideologi negara dengan ideologi lain, ini komitmen kebangsaannya perlu dipertanyakan," ungkap dia.


Kedua, toleransi. Orang yang intoleran tentu masuk dalam konteks ekstremis. Padahal di dalam agama Islam dicontohkan bagaimana ulama-ulama memberikan pembelajaran terhadap kita semua tentang toleransi.


Imam Syafi'i salah satu imam Mazhab yang kita kenal dan mayoritas diikuti muslim Indonesia beliau mengatakan bahwa pendapatnya mungkin benar dan mungkin juga mengandung kesalahan.


"Inilah pengakuan atas keterbatasan manusia dalam konteks nalar. Tapi beliau sangat toleran terhadap pendapat lain. Ini pesan moral untuk menggelorakan toleransi," beber Nizar.


Ketiga, antikekerasan. Jadi, menurut dia, kalau ada cara-cara kekerasan, maka itu bisa dikatakan kelompok tidak toleran.


Keempat, adaptif terhadap tradisi lokal. Ada orang-orang yang tidak ramah terhadap tradisi lokal, menurut Nizar, maka dia masuk ke dalam konteks kelompok intoleran.


"Maka program moderasi beragama pada tahun 2022 ini direncanakan menjadi tahun toleransi. Tujuannya untuk menyongsong tahun politik yang akan dimulai pada tahun 2023 meski pemilunya tahun 2024. Ini peran media sangat penting untuk ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa," ungkap Nizar.


Sebelumnya, Nizar menjelaskan bahwa fungsi media secara umum yang pertama adalah sebagai sarana informasi bagi masyarakat.


"Sekarang kita tahu hanya dengan gadget saja kita sudah bisa mendapatkan informasi. Semakin banyak informasi yang diterima masyarakat sebagai banyak wawasan kita," jelasnya.


Media juga sebagai penyalur ide dan gagasan. "Kita tahu teman-teman media mewawancarai tokoh yang punya ide dan gagasan," ujar Nizar.


Kemudian, media sebagai pengawas dan pengontrol kegiatan sosial. "Ada dua hal bisa menggiring pada opini-opini posisitif dan juga menggiring pada opini-opini negatif," ucapnya.


Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan