Nasional

Bom di Gereja Katedral Makassar, Alissa Wahid Sampaikan Duka Mendalam

Ahad, 28 Maret 2021 | 09:09 WIB

Bom di Gereja Katedral Makassar, Alissa Wahid Sampaikan Duka Mendalam

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menyampaikan duka cita mendalam kepada umat Katolik se-Indonesia, atas peristiwa ledakan bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, pada Ahad (28/3) pagi. 


Ia juga mengutuk perbuatan biadab itu karena sekalipun tidak memakan korban jiwa, tetapi menyisakan luka batin bagi seluruh umat Katolik seluruh Indonesia. Tak hanya itu, luka ini pun dirasakan juga oleh seluruh warga negara karena mengoyak sendi-sendi keberagaman bangsa.


“Saya berdukacita dan bersolidaritas kepada warga umat Gereja Katedral Makassar. Saya juga sedih dan berduka atas kejadian ini. Memang tidak ada korban jiwa dalam kasus ini, tapi luka batinnya ini tidak hanya kepada mereka di sana, tapi juga umat Katolik seluruh Indonesia, umat Kristen, dan semua warga bangsa,” kata Alissa kepada NU Online melalui sambungan telepon, Ahad siang. 


Motif pelaku bom bunuh diri di Katedral Makassar itu hingga kini belum diketahui, apakah terhubung dengan organisasi teroris beragama atau tidak. Alissa mengaku masih menunggu informasi lebih lengkap hasil penyelidikan kepolisian. 


“Tapi kalau saya mengasumsikan (ledakan bom) ini terhubung dengan jaringan terorisme yang mengatasnamakan Islam, tentu saja ini pukulan berganda untuk kita sebagai umat Islam Indonesia. Karena kita juga tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab kolektif ini,” terang Alissa. 


“Bagaimana pun juga kita masih punya pekerjaan rumah untuk menghadapi kelompok-kelompok Islam di Indonesia yang mereka menganut ideologi kebencian, ekstremisme kekerasan, dan terorisme. Itu nanti kalau terkonfirmasi ya,” imbuh putri sulung KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.


Meski demikian, Alissa menegaskan bahwa organisasi terorisme terdapat di semua ideologi, termasuk di dalam kelompok agama apa pun. Sebagaimana aksi-aksi teror yang dilakukan kelompok Hindu ekstrem di India, Rashtriya Swayamsevak Sangh (RSS). 


“Kita juga tahu ada kelompok Buddha yang berideologi kekerasan dan kebencian di Myanmar. Itu sama juga dengan supremasi kulit putih yang korbannya bukan kelompok agama, tetapi ke kelompok Asia,” jelas Alissa.


“Sekarang juga sedang ramai tindakan kejahatan berlandaskan kebencian kepada orang Asia yang meningkat tinggi di Amerika. Jadi memang semua ideologi dan agama itu bisa menimbulkan aksi terorisme. Itu mungkin yang dimaksud bahwa terorisme itu tidak beragama,” tambah Alissa. 


Ia mengamini pula bahwa ada tindakan terorisme yang mengatasnamakan agama. Tindakan ini bisa saja datang dari semua kelompok agama. Sebagai umat Islam, tentu harus menerima ketika da kelompok teroris atas nama Islam. 


“Itu berarti memang kita punya pekerjaan rumah di dalam internal umat Islam. Sebagaimana umat Buddha punya pekerjaan rumah menghadapi kelompok teroris Buddhist. Tanggung jawab kita umat Islam, memastikan bahwa ajaran Islam yang mendominasi umat Islam di seluruh dunia itu adalah ajaran kasih sayang. Islam rahmatan lil 'alamin. Itu tugas kita,” tegasnya. 


Mayoritarianisme penyebab terorisme


Salah satu penyebab terorisme adalah karena ada perasaan atau sikap mayoritarianisme. Sebuah sikap superior yang dimiliki suatu kelompok karena mendominasi satu wilayah tertentu. Begitu pula yang terjadi di Indonesia. Banyak terorisme atau aksi kejahatan datang dari umat Islam, karena jumlah Muslim sangat besar di negeri ini.


“Jadi ketika mayoritasnya di situ adalah kelompok Buddha maka kelompok ekstremnya juga dari Buddha. Kalau di India, yang mayoritasnya orang Hindu, kelompok terorisnya orang Hindu juga. Jadi memang biasanya lebih terkait dengan mayoritarianisme itu daripada ajaran agama tertentu,” terang Alissa.


“Nah karena mayoritas di Indonesia ini orang Islam maka umat Islam harus lebih waspada dan mau mengambil peran yang lebih besar. Jadi tidak boleh kita lepas tangan dengan menganggap bahwa itu hanya oknum. Tidak bisa begitu,” tutur Alissa.


Sebagai informasi, ledakan yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar itu menewaskan pelaku bom bunuh diri dan 14 orang lainnya menjadi korban luka-luka yang kini sedang dirawat di beberapa rumah sakit terdekat. 


“Jadi ada 14 saat ini sedang dirawat di rumah sakit tentunya berasal dari korban luka, ledakan bom di TKP. Ada sebagian jemaat,” kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol E Zulpan dilansir Kompas.


Pelaku bom bunuh diri diperkirakan sebanyak dua orang. Ada satu orang yang mencoba menerobos dan dihalangi pihak keamanan, sehingga tidak sampai masuk ke dalam. Sementara yang menjadi korban akibat ledakan bom itu hanya umat Katolik yang berada di luar dan tidak ada yang meninggal. 


Ledakan sendiri terjadi pada peringatan Minggu Palma yang jatuh hari ini dan dilakukan upacara peribadatan pukul 10.30 WITA atau 09.30 WIB. Minggu Palma merupakan upacara awal dari pekan suci sebelum perayaan Paskah pada pekan depan. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad