Nasional

Buka Rakernas LPBHNU, Gus Yahya Jelaskan Taati UU Negara adalah Kewajiban Syariat

Sen, 26 Desember 2022 | 14:45 WIB

Buka Rakernas LPBHNU, Gus Yahya Jelaskan Taati UU Negara adalah Kewajiban Syariat

Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf secara resmi membuka Rakernas Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) di Hotel Acacia Jakarta, pada Senin (26/12/2022) pagi. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf secara resmi membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) di Hotel Acacia Jakarta, pada Senin (26/12/2022).


Pada kesempatan itu, Gus Yahya menjelaskan bahwa menaati undang-undang hukum positif negara adalah kewajiban syar’i. Ia kemudian berharap dan meminta LPBHNU untuk mengembangkan organisasi dengan wawasan yang lebih komprehensif. 


Bahkan ke depan, Gus Yahya menginginkan agar LPBHNU dilibatkan dalam setiap kegiatan-kegiatan bahtsul masail. Tujuannya agar ketika bicara soal hukum yang berkaitan dengan masalah-masalah kemasyarakatan maka yang dipakai sebagai rujukan adalah hukum yang berlaku di Indonesia, bukan hanya rujukan dari kitab-kitab salaf itu. 


Gus Yahya bercerita pernah bertemu dengan Prof Quraish Shihab dalam sebuah acara di Kairo, Mesir, sekitar tahun 2017. Keduanya lalu mengobrol, membincang beberapa hal. Gus Yahya pun banyak mengajukan pertanyaan kepada Prof Quraish. 


Salah satu pertanyaan itu adalah soal kewajiban menaati UU Lalu Lintas dalam syariat Islam. Lalu dijawab Prof Quraish Shihab bahwa kewajiban menaati UU Lalu Lintas merupakan kewajiban syar’i  dengan dasar Surat An-Nisa ayat 59.


“Itu semua sebetulnya arah dan tujuan akhirnya adalah menciptakan tertib sosial. Kalau begitu saya bilang, orang naik sepeda motor kalau tidak pakai helm itu urusannya bukan hanya kena tilang tapi dosa, karena kewajiban syariat. Nah kalau sepeda motor memakai helm dapat pahala,” tutur Gus Yahya. 


Karena itu, Gus Yahya menegaskan bahwa seharusnya dewan-dewan fatwa ketika hendak membuat fatwa maka harus merujuk ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan bukan kitab-kitab salaf.


“Sebetulnya memang harus begitu, karena yang berlaku adalah undang-undang negara. Maka kalau kewajiban untuk menaati UU negara adalah bagian dari kewajiban syariat. Dari sini, kita bisa dapat gambaran betapa strategisnya kedudukan LPBHNU ini,” ucap Gus Yahya.  


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa saat ini kehidupan manusia berada pada era di mana ketertiban itu dibangun di atas dasar aturan-aturan. Di dalam aturan-aturan itu, setiap orang punya hak dan martabat yang setara, sehingga tidak ada kesewenang-wenangan dan diskriminasi. 


“Inilah yang dibangun di dalam sistem-sistem sosial politik berbasis demokrasi, seperti di Indonesia. Jadi, urusannya keteraturan atau ketertiban berdasarkan aturan,” ucap Gus Yahya. 


Ia lalu mengutip Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 


“Ini hanya mungkin bisa dilakukan apabila tertib sosial itu dibangun di atas landasan aturan-aturan dan bukan sekadar daya paksa dari salah satu pihak yang terlibat di dalam pergaulan kemasyarakatan itu,” pungkasnya. 


Sebagai informasi, pada pembukaan Rakernas LPBHNU ini juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Ketua Umum PBNU Gus Yahya dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh. 


Agenda Rakernas ini dihadiri oleh jajaran LPBHNU mulai dari PBNU, PWNU, hingga PCNU se-Indonesia. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad