Nasional

Buku Penguatan Moderasi Beragama Terinspirasi dari Pesantren

Jum, 1 Oktober 2021 | 00:30 WIB

Buku Penguatan Moderasi Beragama Terinspirasi dari Pesantren

Buku Penguatan Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan Terinspirasi dari Pesantren. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, pesantren menginspirasi proses pembuatan buku pedoman penguatan moderasi beragama di lembaga pendidikan. Dalam buku yang dirilis pada Rabu (22/9/2021) itu terdapat sembilan nilai moderasi beragama yang diadopsi dari lingkungan pesantren.
 
“Ini adalah bagian-bagian moderasi beragama yang kami dapatkan di lingkungan pesantren dan Nahdlatul Ulama,” paparnya saat mengisi staduim general di acara Simposium dan Webinar yang diselenggarakan Universitas Islam Malang (UNISMA), Kamis (30/9/2021).
 
Adapun sembilan nilai moderasi beragama tersebut adalah tawassuth, i’tidal, tasamuḫ, syûra’, ishlaḫ, muwathanah, qudwah, al-lâunf, dan i’tiraf al-‘urf. Ia berharap, modul ini nantinya bisa menjadi pedoman bagi guru mata pelajaran pendidikan Islam, baik di madrasah maupun di sekolah. 
 
“Kita tidak pernah meragukan bahwa pesantren sudah selesai dalam urusan moderasi beragama,” aku Menag.
 
Dalam acara yang bertajuk Penguatan Pemahaman Moderasi Beragama untuk Ustadz Pendidikan Pesantren itu, Menag Yaqut mengajak kepada para tenaga pendidik khususnya agar nilai-nilai moderasi tersebut tidak hanya sebatas teori, tetapi juga mereka mampu mempraktikannya di lingkungan pendidikan dan dalam kehidupan sehari-hari.
 
“Harapan saya, bapak ibu sekalian, nilai-nilai moderasi yang sudah melekat dalam hidup kita sehari-hari, mampu menjadi inspirasi bagi pelaksanaan stadium general ini dan dalam rangka melaunching pengarusutamaan moderasi beragama untuk guru di pesantren,” paparnya.
 
Menag Yaqut juga menegaskan, moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama. Dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Berlandaskan prinsip yang adil dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
 
“Jadi bukan agamanya yang dimoderasi, tapi cara beragamanya,” imbuh pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah itu.
 
Dengan mengutip penjelasan Gus Dur, Menag mengungkapkan, dalam acuan yang paling dasar, Pancasila berfungsi sebagai pengatur hidup warga negara sebagai kolektivitas yang disebut bangsa. Sedangkan agama memberikan kolektivitas tersebut menjadi sebuah tujuan kemasyarakatan. 
 
“Nah, ijtihad yang dilakukan Kementerian Agama, dan tentunya seiring dengan komitmen Presiden Joko Widodo, untuk mempertemukan Pancasila dan agama, kita sebut sebagai moderasi beragama,” tambahnya.
 
Tantangan terbesar yang dihadapi dunia Muslim saat ini, lanjut Menag, adalah membawa pemahaman masyarakat yang terbatas tentang hukum Islam agar selaras dengan semangat ilahiyah untuk mencerminkan belas kasih dan kasih sayang Tuhan, serta membawa perdamaian, keadilan, dan toleransi.
 
“Mudah-mudahan apa yang dikatakan KH Abdurrahman Wahid ini bisa menjadi spirit kita semua untuk membawa moderasi beragama menjadi ciri kehidupan beragama. Bukan hanya warga NU, tetapi juga seluruh warga Indonesia yang dikenal memiliki semangat keagamaan kuat,” pungkasnya.
 
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Syamsul Arifin