Nasional

Butuh Pandangan Keagamaan Bijak untuk Menyelesaikan Masalah

Jum, 15 Oktober 2021 | 03:02 WIB

Butuh Pandangan Keagamaan Bijak untuk Menyelesaikan Masalah

Ilustrasi. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini menjelaskan cara-cara NU dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan.

 

Menurut dia, NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit dalam menjalankan peran-peran sosial keagamaan dan kebangsaan. 


Ia memberikan contoh cara NU menyelesaikan persoalan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Terutama saat orang-orang berkumpul dalam jumlah banyak dan dianggap sebagai ancaman, bahkan menciptakan klaster penularan seperti kerumunan di pasar atau kegiatan keagamaan di masjid. 


Untuk menyelesaikan permalasahan itu, maka dibutuhkan pandangan keagamaan yang bijaksana dari NU. Salah satunya dengan mempertimbangkan penjagaan terhadap agama (hifdzuddin) di satu sisi dan menjaga jiwa (hifdzunnafs) di sisi yang lain.


“Maka berlakulah satu kaidah fikih yakni dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih. (Artinya) menghindar dari satu kebinasaan harus didahulukan daripada mengambil manfaat,” jelas Helmy kepada NU Online, Kamis (14/10/2021).


Ia menambahkan, NU sebagai jam’iyyah (organisasi) yang didirikan para ulama selalu memiliki self defense system atau sistem pertahanan mandiri yang melekat. Pada keadaan yang buntu sekalipun, NU selalu punya jalan keluar dengan cara-cara segar yang alamiah, bahkan yang tidak disangka-sangka. 


“Hal ini terjadi karena NU selalu bersandar kepada prinsip bahwa di balik setiap kesulitan itu ada kemudahan. Demikianlah, bahwa dzon (prasangka) yang kuat dapat mengalahkan kesulitan apapun. Dalam hadits qudsi disebutkan, (Allah berfirman) Aku bersama prasangka hamba-Ku,” terang Helmy. 


Ia lantas mengisahkan satu cerita menarik dari Ketua Umum PBNU 1984-1999 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sebelum memberikan solusi, Gus Dur kerap memberikan pertanyaan terlebih dulu kepada orang yang datang kepadanya itu.


“Gus Dur selalu mengajukan pertanyan, ‘sampeyan kira-kira bisa selesaikan masalah tidak?’ Jika tamu yang datang menjawab ‘iya’, Gus Dur hanya meneruskan, Lha ya sudah, kalau sampeyan bisa selesaikan, sana pulang untuk diselesaikan,” terang Helmy.


Namun saat tamu itu menjawab tidak mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi, Gus Dur akan menimpali dengan pertanyaan yang menggelitik, ‘Lha kalau sampeyan saja tidak bisa selesaikan masalah sampeyan, apalagi saya?’


“Inilah model problem solving ala Gus Dur, gitu aja (kok) repot. Masih menurut Gus Dur, masalah hidup itu sebenarnya hanya ada dua saja. Pertama, ada masalah yang bisa diselesaikan sendiri. Kedua, ada masalah yang selesai dengan sendirinya,” pungkas Helmy.


Pewarta: Aru  Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad