Nasional

Cara Membesarkan Organisasi di Bawah NU menurut Prof Suyitno

Sab, 20 Mei 2023 | 19:45 WIB

Cara Membesarkan Organisasi di Bawah NU menurut Prof Suyitno

Diskusi Publik: Pendidikan Moderasi Beragama Bagi Pendidik, Mahasiswa dan Serikat Pekerja. Kegiatan digelar di Kampus Unusia Jakarta, Jumat (19/5/2023). (Foto: Nidlom)

Jakarta, NU Online
Federasi Transportasi, Pendidikan, dan Informal (TPI) K-Sarbumusi NU menggelar kegiatan Diskusi Publik: Pendidikan Moderasi Beragama Bagi Pendidik, Mahasiswa dan Serikat Pekerja. Kegiatan digelar di Kampus Unusia Jakarta, Jumat (19/5/2023). 

 

Hadir sebagai Keynote Speaker dalam kegiatan ini Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof Suyitno. Sementara narasumber dalam diskusi ini antara lain Sekretaris LP Ma'arif PBNU, Harianto Oghie; Wakil Rektor Unusia, Fatkhu Yasik; dan Wakil Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi, Suharjono.


Dalam paparannya, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Prof Suyitno mengingatkan sejarah nama besar Nahdlatul Ulama (NU) yang sudah menjagat (mendunia) sejak tahun 1926. Semestinya apa pun organisasi di bawah NU, baik organisasi buruh, pendidikan, perguruan tinggi, berkorelasi positif terhadap nama besar NU.

 

"Kalau ada banom atau lembaga khusus, atau yang lainnya belum sebesar nama NU, menurut saya masih ada something wrong," kata Suyitno memotivasi. 

 

Lebih lanjut dia menjelaskan, organisasi di bawah naungan NU memiliki potensi besar sebagaimana organisasi induknya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menggelar kegiatan yang bermanfaat untuk semua lapisan masyarakat. 


"Diskusi yang digelar oleh Federasi Transportasi, Pendidikan, dan Informal (TPI) K-Sarbumusi NU ini bagian upaya menyadari potensi besar yang dimiliki NU. Apa yang dilakukan teman-teman Federasi TPI hari ini bagian upaya agar kita itu sadar bahwa kita itu besar,” ujarnya.


Kendati demikian, pihaknya pun mengingatkan bahwa warga NU juga memiliki tantangan yang tidak ringan. "Tidak ringannya di mana? Kita sudah membawa nama besar NU yang telah dilahirkan oleh para kiai, para masyayikh, para faunding fathers kita yang pada zamannya sulit bisa berkembang, serba terbatas bisa berkembang. Sekarang zamannya serba mudah, banyak akses, fasilitas, kalau kita tidak bisa mengembangkan semua potensi yang ada, menurut saya kita termasuk orang-orang yang kualat," tegasnya.

 

Menurutnya, NU itu bisa menjadi alat kepentingan, mukjizat, karamah, tapi kalau tidak hati-hati bisa juga menjadikan kualat. "Kita menggunakan nama besar NU, kalau tidak bisa membesarkan NU, kita termasuk orang-orang yang terancam kualat. Khususnya teman-teman di Federasi TPI ini," imbuh Prof Suyitno. 


Tidak hanya itu, sekarang tantangannya adalah potensi besar ini bisa menjadi malapetaka jika tidak dikelola dengan baik. Apa yang disebut dengan ancaman bonus demografi yang bisa berdampak serius di antaranya adalah stunting, ekonomi, intoleransi.


"Karena antara problem ekonomi sering kali beririsan, bertautan dengan masalah intoleransi. Orang sulit menjadi toleran ketika perutnya lapar, orang sulit menjadi toleran ketika menjadi pengangguran. Saya berharap Federasi TPI menggarap persoalan ini," ujarnya. 

 

Kepada para mahasiswa, pendidik, dan serikat pekerja, ia mengimbau untuk tidak melihat moderasi beragama hanya dalam perspektif normativitas teologis. Tapi tafsir sosial yang saya sebut yakni, ekonomi, pengangguran, stunting.


"Ini problemnya kompleks sekali. Mahasiswa bisa mengambil peran, paling tidak memberikan pendampingan dari tiga gejala tersebut dengan nilai-nilai moderasi beragama. Dan yang penting dalam konteks moderasi beragama berbasis tafsir sosial, tidak semua kasus intoleransi itu muncul bersentuhan dengan agama itu sendiri," tandas Prof Suyitno.


Ketua Federasi TPI Fika Taufiqurrohman dalam sambutannya menyampaikan diskusi publik ini bertujuan untuk menguatkan nilai-nilai moderasi beragama di kalangan mahasiswa, pendidik, dan serikat pekerja.


"Mahasiswa, pendidik, dan serikat pekerja sejak dini mesti memahami utuh prinsip dan nilai-nilai moderasi beragama. Karenanya pendidikan moderasi beragama ini digelar di kampus dan melibatkan para mahasiswa yang diantaranya terdiri dari para aktivis se-DKI Jakarta," ungkap Fika.


Kontributor: Nidlomatum MR
Editor: Kendi Setiawan