Nasional

Cara Singapura Terapkan Pendidikan Agama dan Cegah Ekstremisme

Rab, 16 Januari 2019 | 00:00 WIB

Cara Singapura Terapkan Pendidikan Agama dan Cegah Ekstremisme

Bendera Singapura (Foto: Ist.)

Jakarta, NU Online
Sebagai negara sekuler, Singapura tidak memberikan pelajaran agama di jam sekolah mengingat agama termasuk dalam domain pribadi. Meskipun demikian, Singapura tetap memfasilitasi kelompok agama atau keyakinan.
 
"Kalau ada pengajaran agama di sekolah umum, itu diajarkan setelah waktu belajar normal," kata Mohamad Shamsuri Juhari, peneliti Lee Kuan Yew School of Public Policy, Universitas Nasional Singapura, saat ditemui NU Online pada seminar internasional di Hotel JW Marriott, Kuningan, Jakarta, Selasa (16/1).
 
Misal, katanya, sekolah selesai pada pukul 13.30. Maka siswa yang berminat untuk belajar agama bisa mendapatkan materi setelahnya. Hal itu juga, lanjutnya, tidak semua sekolah menyediakannya.
 
Selain di sekolah setelah jam pelajaran usai, pelajaran agama juga bisa didapatkan siswa di masjid dan madrasah. Madrasah di Singapura tidak seperti di Indonesia yang juga mendapat bantuan dari pemerintah. Di sana, biaya keikutsertaan di dalamnya dibebankan sepenuhnya kepada siswa.
 
"Madrasah masih dianggap sebagai sekolah privat bukan sekolah mainstream (utama). Sekolah mainstream itu dapat dana dari pemerintah. Makanya agama tidak diajarkan dalam normalnya. Berbeda dengan sekolah privat yang semua biaya yang dibebankan kepada siswa," jelas Shamsuri.
 
Pendidikan antiekstrimisme diberikan melalui pendidikan kewargaan. Nilai-nilai agama masuk dalam pendidikan kewarganegaraan tanpa menyebutkan istilah-istilah keagamaannya. Pelajaran yang diberikan seputar loyal terhadap negara, menjadi bangsa yang baik, menjaga harmonisme di tengah masyarakat, dan sebagainya.
 
"Tidak ada kalau Anda Muslim harus begini harus begitu, tidak boleh begini tidak boleh begitu. Tidak ada," tandasnya saat seminar yang digelar oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan United Nations Development Program (UNDP) ini. (Syakir NF/M. Faizin)