Nasional

Ciptakan Pembersih Tangan, Santri Cipasung Raih Juara Kompetisi Sains Internasional

Ahad, 13 September 2020 | 13:00 WIB

Ciptakan Pembersih Tangan, Santri Cipasung Raih Juara Kompetisi Sains Internasional

Tiga santri Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat (pegang bendera) yang ikut Africa Science Buskers Festival 2020. (Foto: NU Online/Syakir)

Jakarta, NU Online
Santri-santri Pondok Pesantren Cipasung, Tasikmalaya berhasil meraih juara Africa Science Buskers Festival 2020. Tim yang beranggotakan Shinda Salsabila Khalifatunnisa, Shinta Hikmawati, dan Wulan Aulia mewakili Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kabupaten Tasikmalaya berhak meraih medali perunggu pada ajang kompetisi tingkat internasional yang diikuti 175 peserta dari 15 negara itu.


Dalam perlombaan yang digelar secara virtual itu, Shinda, Shinta, dan Wulan membuat projek Phyto-Chemicals Analysis from Betel Leaf as Bioseptic-Spray to Inhibit Staphylococcus aureus. Mereka meneliti kandungan senyawa fitokimia dalam tanaman Sasaladahan atau sejenis sirih-sirihan. Itu digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus yang banyak terdapat pada tangan dan diinovasikan menjadi Bioseptic-Spray.


Shinda menjelaskan, latar belakang penelitian itu karena melihat daerah sekitar yang banyak terdapat pondok pesantren dan melihat jadwal kegiatan harian santri yang padat. Namun, terkadang banyak dari mereka tidak menyadari pentingnya memastikan tangan selalu bersih dari kuman dan bakteri. Ketidaksadaran itu, katanya, muncul karena keterbatasan cairan mencuci tangan setiap saat.


“Untuk itu kami mencoba mencari solusi dengan membuat cairan pembersih tangan yang efektif dan efisien menggunakan tanaman yang banyak terdapat di lingkungan sekitar, yaitu tanaman Sasaladahan atau sirihan,” katanya kepada NU Online pada Sabtu (12/9).


Pembimbing tim, Eneng Mahmudah menjelaskan bahwa persiapan kompetisi ini tidak dilakukan secara instan, melainkan melalui tahapan latihan atau pembinaan dalam menggarap projek secara rutin minimal dua kali setiap pekan. Bahkan saat mendekati waktu lomba, bisa tiap hari pembinaan dilakukan.


Adapun projek yang dilombakan merupakan projek yang sudah digarap beberapa bulan sebelum pandemi.


“Jadi, tinggal mengirimkan. Tetapi karena situasi pandemi, formatnya berubah. Setelah mengirimkan tulisan, kita juga harus mengirimkan video tentang projek yang dilombakan,” katanya.


Melengkapi keterangan Eneng, Shinda menyebut penelitian itu dilakukan sejak November 2019. Sementara persiapan lomba nasional dilakukan selama dua minggu, mulai dari diskusi kelompok, pembuatan deskripsi projek, revisi dengan pembimbing, dan pembuatan konsep hingga pengambilan video presentasi karya.


Adapun untuk lomba di tingkat internasional, prosesnya dilakukan selama sebulan. Hal itu dimulai dari bimbingan dengan pihak Coinetwork dan Rumah KIR, revisi video presentasi, pertemuan daring, pembuatan video delegasi, proses vote video, dan yang terakhir bimbingan untuk lomba internasional.


Saat persiapan, mereka mengaku terkendala pada proses diskusi dengan kelompok yang harus dilakukan secara daring selama seminggu. Selanjutnya, keterbatasan penelitian di masa pandemi yang menyebabkan mereka tidak bisa melakukan penelitian ulang dan harus menggunakan data sebelumnya.


Kemudian, video yang maksimal berdurasi dua menit menyebabkan mereka harus benar-benar matang menyusun konsep supaya semua yang penting dapat tersampaikan dengan baik. “Proses menghafal dan menyempurnakan aksen bahasa Inggris juga sempat menjadi kendala, tapi kami sebisa mungkin berlatih dengan maksimal, supaya dapat memberikan yang terbaik,” katanya.


Kesadaran Baru
Meskipun sempat ragu ikut serta pada ajang internasional, Shinda mengaku semakin percaya diri. Sebab, setelah menjalani proses kompetisi tersebut, dara asal Ciamis itu baru menyadari kemampuannya dan rekan-rekannya lebih dari yang diduga.


Hal lain yang baru disadari adalah pentingnya kerja sama tim, baik sebelum, saat, dan setelah perlombaan itu berlangsung.


“Karena jika kerjasama antar tim dijalin dengan baik, maka apapun ujian yang datang akan mudah untuk diselesaikan bersama,” katanya.


Shinda dan kawan-kawan juga merasa perlu lebih menghargai waktu. Sebab, saat menyusun deskripsi projek dan konsep video, mereka benar-benar kurang istirahat dan begadang selama tiga malam karena mendekati batas waktu yang ditentukan.


“Dari sana, kami tahu bahwa perjuangan itu berat dan waktu sangatlah berharga,” ujarnya.


Bersyukur
Shinda dan kawan-kawannya mengaku sangat bersyukur dan senang dapat berprestasi di kancah International. Perolehan medali perunggu pada ajang tersebut menjadi suatu nikmat yang luar biasa. Semua ini, lanjutnya, tidak terlepas dari dukungan keluarga, guru-guru, teman, dan seluruh masyarakat Indonesia.


Apapun hasil yang didapatkan saat kompetisi, mereka mengaku bersyukur karena telah melakukan dan memberikan yang terbaik dari apa yang bisa dilakukannya. Mereka berharap dapat kembali berkompetisi di tingkat internasional untuk membawa nama Indonesia.


“Semoga kami dapat kembali berkompetisi dan berprestasi di kancah International supaya dapat memberikan medali emas untuk Indonesia,” katanya.


Shinda melihat faktor-faktor yang menyebabkannya dapat meraih prestasi tersebut adalah video presentasi projek yang dibuat sangat rapi dan mencakup semua isi atau hal penting serta data-data akurat dalam penelitian yang telah dilakukannya.


Prestasi ini juga, menurutnya, tak lepas dari dukungan semua pihak baik keluarga, sekolah, dan masyarakat.


“Selain usaha yang kami lakukan dengan maksimal, tentunya terdapat karunia dan pemberian dari Allah swt.,” katanya.


Rasa syukur ini juga dipanjatkan Eneng yang telah membimbing mereka hingga berhasil menjadi salah satu yang terbaik. Namun, ia menekankan kepada peserta didiknya, bahwa yang terpenting adalah terus berkarya, juara hanyalah bonus saja.


“Sebenarnya yang selalu ditekankan menjadi juara adalah bonus atau rezeki dari Allah swt. Yang terpenting adalah terus belajar untuk berkarya,” ujarnya.


Hal ini juga disampaikan oleh Kepala MAN 2 Kabupaten Tasikmalaya, Hj Neng Ida Nurhalida. Meski belum berhasil mendapat Gold Award, tim MAN 2 Tasikmalaya bisa mengharumkan nama bangsa di ajang internasional, walaupun dengan beragam keterbatasan paralatan dan waktu yang padat.


Putri KH Ilyas Ruchiyat, Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1992-1999, itu mengungkapkan, pihaknya mengirim tiga tim sekaligus. Dua tim lain berhasil masuk 10 besar Peoples Choice Award (Favorit) dengan menempati posisi ketujuh dan kedelapan, sedang tim yang meraih perunggu itu menduduki posisi favorit keempat.


Menurut Ida, Africa Science Buskers Festival 2020 adalah kompetisi internasional yang didanai Broadcom Master (Society For Science) selaku salah satu sponsor ISEF. Dewan juri dalam kompetisi ini menilai presentasi video dan laporan naskah peserta. Penilaian dilakukan pada 28 - 29 Agustus 2020 melalui juri Grand Awards dan Special Awards setiap negara


"Assessmen dilakukan tertutup dan virtual oleh para juri dengan teknis memfloorkan video, lalu memberi komentar, selanjutnya diberi penilaian akhir untuk kategorinya," jelas Ida sebagaimana dilansir situsweb resmi Kementerian Agama.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Aryudi AR