Nasional

Debat Capres Bahas Pertahanan, Akademisi Ingatkan Trisakti Sukarno

Sab, 6 Januari 2024 | 07:00 WIB

Debat Capres Bahas Pertahanan, Akademisi Ingatkan Trisakti Sukarno

Ilustrasi pertahanan. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Debat Calon Presiden putaran ketiga yang akan berlangsung pada Ahad (7/1/2023) mengangkat pembahasan mengenai pertahanan. Perihal ini, Bapak Proklamasi Indonesia Sukarno pernah mencetuskan konsep Trisakti, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi, dan berkepribadian dalam berkebudayaan.


"Berkedaulatan artinya kekuasaan negara dan kemampuan dalam menjaga melindungi segenap bangsa diturunkan dalam negara yang berdaulatkan ini, kita yang buat," kata Prof Susanto Zuhdi, Guru Besar Universitas Indonesia, menyampaikannya kepada NU Online pada Jumat (5/1/2023).


Sementara itu, kemandirian dalam alutsista bukan hanya soal kemampuan militer, tapi juga menciptakan persenjataan di dalam negeri, seperti di Pindad dan PAL. Hal ini mencerminkan budaya strategis yang harus kita miliki sebagai negara yang berada di posisi lintas benua dan samudra.


Prof Zuhdi juga menekankan perlunya menciptakan strategi budaya sendiri yang mendorong pembangunan sumber daya manusia. Hal ini juga dilakukan sebagai upaya untuk memberikan peluang lebih luas bagi pengembangan modal dan keahlian dalam mendukung kebijakan keamanan yang kokoh dan berkelanjutan.


Nasionalisme

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa perihal pertahanan dan keamanan, sebetulnya Indonesia punya pengalaman kuat sebagaimana sejarah telah membuktikannya sebagai negeri yang merdeka. Hal tersebut menjadi modal penting bagi Indonesia masa kini dan akan datang dalam berbicara mengenai pertahanan dan keamanan.


Meskipun demikian, ia mengungkapkan bahwa strategi kultural menjadi kunci penting dalam membentuk kebijakan keamanan negara. Sebab, aspek-aspek kultural dan memori sejarah mempengaruhi segala pembentukan kebijakan keamanan dalam konteks hubungan internasional ke depannya.


"Secara akumulatif, (apa yang) telah kita miliki ini mempengaruhi analisa bagaimana kebijakan keamanan negara dibentuk dan dibangun dalam konteks hubungan internasional. Karena itu, tidak bisa berdiri sendiri," katanya.


Menurutnya, modal pentingnya dalam pertahanan dan keamanan ini adalah nasionalisme. Sebab, menurutnya, nasionalisme itulah yang memiliki daya juang dalam membentuk dan melahirkan kemerdekaan.


"Tapi tidak cukup nasionalisme ke dalam, tetapi juga nasionalisme keluar karena kita berhubungan, mau tidak mau, dengan bangsa-bangsa yang lain dalam konteks internasional," ungkapnya.


Lebih lanjut, Prof Zuhdi menyoroti bahwa ketika Indonesia berjuang melawan Belanda, pendekatan yang diambil adalah melalui sistem gerilya. Sistem ini mencakup taktik perang asimetris, yakni pasukan kecil menggunakan kecepatan, ketahanan, dan mobilitas untuk melawan pasukan yang lebih besar dan lebih terorganisir.


"Berapa banyak kita mengahadapi pemberontakan dan agresi. Kita melawan Belanda dengan sistem gerilya. Ini kan pertahanan dasar," jelasnya.