Nasional

Dewan Pers: Privasi Masyarakat Nyaris Hilang Dikendalikan Kekuatan Algoritma

NU Online  ·  Kamis, 15 Mei 2025 | 17:05 WIB

Dewan Pers: Privasi Masyarakat Nyaris Hilang Dikendalikan Kekuatan Algoritma

Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat (Foto: Haekal Attar/NU Online)

Jakarta, NU Online
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat mengungkapkan, privasi masyarakat kini nyaris hilang akibat dikendalikan kekuatan algoritma yang tak terlihat, tapi sangat berpengaruh. 


"Semua itu sudah dipengaruhi diarahkan oleh kekuatan algoritma yang untouchble dan uncontrolable. Jadi, kita merasa punya duit, tapi duitnya ada yang mengontrol kemana larinya belanja," katanya usai dikukuhkan sebagai Ketua Dewan Pers 2025-2028 di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada Rabu (15/5/2025).


Kini, menurutnya peran algoritma dan Artificial Intelegence (AI) atau kecerdasan buatan kian dominan dalam mengatur arus informasi di ruang publik sehingga menjadi tantangan baru bagi dunia jurnalistik.


"Ruang publik saat ini, semua ini, sudah masuk yang namanya digital colonialism (atau) penjajahan digital; masuk mata, telinga, pikiran, hati, dan kehendak seakan-akan kita merdeka padahal kita digerakkan oleh algoritma," jelasnya.


Tak menampik sisi positif terhadap kemajuan teknologi, Komaruddin menyebut teknologi ini telah membantu banyak pihak, termasuk wartawan dan dosen. 


"Wartawan tidak capek-capek mencari berita, bahkan telah hadir dengan sendirinya. Jadi, AI itu sekarang luar biasa memasuki ruang-ruang publik bahkan masuki ruang pikiran dan ruang hati," katanya.


Para dosen pun, lanjutnya, berterima kasih kepada AI karena tidak perlu capek-capek mengajar, cukup digantikan AI. 


‘’Tugas dosen itu sekarang itu harus punya perangkat bagaimana menganalisis makalah mahasiswa itu asli atau tiruan itu sekarang diperlukan keahlian itu," tambahnya.


Namun, ia menegaskan bahwa kehadiran AI juga memunculkan tantangan serius, terutama soal otentisitas informasi. Hal itu menurutnya menyebabkan ruang publik penuh dengan konten yang sulit dibedakan antara yang asli dan yang palsu. 


"Kita membaca dunia, melihat dunia kita, window-nya lewat handphone dan handphone digerakkan oleh algoritma. Jadi komentar kita, pikiran kita itu sesungguhnya sadar atau tidak sadar, didikte oleh algoritma yang tampil lewat handphone itu," jelasnya.


Ia bahkan sempat tidak menggunakan media sosial selama sebulan karena merasa terlalu terdistraksi dan terganggu oleh derasnya arus informasi di platform digital. 


"Mengapa? Karena saya merasa being destructive by the medsos. Medsos ini mengacaukan mengganggu kemana-mana, agar saya tidak merasa tidak terganggu saya sengaja puasa tidak membuka medsos," katanya.


Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pers sebelumnya, Ninik Rahayu menjelaskan tentang menjaga stabilitas dunia pers di Indonesia. Ia mengutip ide yang disampaikan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra, yakni menjadikan Dewan Pers sebagai mitra kritis pemerintah, memperjuangkan kemerdekaan pers, meningkatkan kualitas jurnalisme, dan memikirkan kesejahteraan wartawan.