Nasional

Direktur PD Pontren: Mari Kita Jaga Warisan Gus Dur

Kam, 18 Juli 2019 | 05:30 WIB

Direktur PD Pontren: Mari Kita Jaga Warisan Gus Dur

Direktur PD Pontren (berpeci) bersama para santri (Foto: Farid/NUO)

Bogor, NU Online
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, H Ahmad Zayadi, mengajak para santri peserta Workshop Komunitas Pesantren menjaga legacy (warisan) penting Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Satu legacy dari Gus Dur ketika menjabat Presiden RI, adalah Direktorat PD Pontren. Dulu sebelum beliau, yang mengurusi pesantren hanya setingkat Eselon III. Sekarang Eselon II yang memiliki kebijakan lebih luas. Itu  yang bisa kita rawat dan jaga,” kata Zayadi saat memberi sambutan pada lokakarya bertema Mentradisikan Toleransi dan Keindonesiaan dari Pesantren yang di Bogor, Rabu (17/7) petang.

Salah satu cara menjaga warisan tersebut, lanjut dia, melalui kegiatan yang diinisiasi Wahid Foundation ini. Dalam acara yang diikuti seratusan santri dan alumni pesantren tersebut, Zayadi melihat potensi bagus. “Oleh karena itu, saya bersyukur sekali ada kerjasama antarlembaga, yakni Wahid Foundation dan Direktorat PD Pontren,” tandasnya.

Di forum ini, lanjut Zayadi, melihat banyak pengalaman dan latar belakang yang berbeda dari para santri peserta lokakarya. Banyaknya pengalaman yang berbeda itu tentu membuat adanya kohesi sosial. Untungnya, para santri memiliki dua semangat yang patut terus dipupuk, yaitu keilmuan dan kejuangan.

“Para santri ini unik. Saat mudik ke kampung halaman, misalnya, yang dicari bukannya guru atau dosen. Justru yang dicari adalah kiai. Kiai itu merupakan pribadi yang tulus ikhlas mendoakan para santri. Sangat berbeda dengan guru dan dosen. Wajar jika kita mudik yang dicari justru kiai yang disebut Gus Dur sebagai kiai kampung itu,” terangnya.

Menurut dia, para kiai kampung lah yang mendewasakan kita. Sebab, kepada mereka kita bukan semata belajar tentang keilmuan, namun juga kehidupan. Mereka lah yang disebut Gus Dur sebagai basisnya sub kultur. “Pemahaman para kiai kampung ini tak hanya mewarnai intelektual tapi lebih kepada kehidupan kita,” tandasnya.

Pria asal Brebes ini menambahkan, hal tak kalah pentingnya adalah shilatu al-ruh para santri. Pada 22 Oktober 2019, kata dia, kita akan bersama-sama memperingati Hari Santri Nasional, di mana itu merupakan momen penting karena bersamaan dengan ditunjuknya Indonesia sebagai Ketua Dewan Keamanan PBB.

“Jadi, temanya nanti adalah Dari Santri Indonesia untuk Perdamaian Dunia. Karena kita sudah mendunia sekarang. Kalau tahun kemarin temanya Bersama Santri Damailah Negeri,” ungkap Zayadi bangga.

Dalam kesempatan itu, Zayadi juga melaporkan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap kedua juga dimasukkan poin terkait moderasi beragama.

Sebelumnya, pihak Kemenag telah melakukan diskusi secara panjang lebar soal gagasan tersebut dengan para pemangku kepentingan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Setelah melalui diskusi yang berdarah-darah, mereka menerima gagasan tersebut masuk dalam RPJMN.

“Jadi, penguatan moderasi beragama ini menjadi peluang dan kesempatan terbaik kita untuk mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Intinya, kita harus berani bermimpi setinggi langit. Kelemahan santri itu mimpi saja enggak. Bagaimana kita mau maju,” selorohnya disambut tawa hadirin. (Musthofa Asrori)