Nasional

Fatayat NU Dorong RUU Perlindungan PRT Segera Disahkan

Sel, 14 Februari 2023 | 21:00 WIB

Fatayat NU Dorong RUU Perlindungan PRT Segera Disahkan

Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Hj Margaret Aliyatul Maimunah. (Foto: tangkapan layar)

Jakarta, NU Online

Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) mendorong atau menyatakan dukungan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. 


"Saya bersama dengan seluruh kader Fatayat NU mendukung segera disahkannya RUU Perlindungan PRT," tegas Ketua Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU Hj Margaret Aliyatul Maimunah, melalui tayangan video, Selasa (14/2/2023).


Menurut Margaret, RUU Perlindungan PRT merupakan upaya untuk membela kepentingan kaum lemah. Hal ini tentu saja sejalan dengan ajaran inti agama Islam.


"RUU ini bagian dari agama Islam. Kita membela kepentingan para kaum mustadh'afin atau kaum lemah yang membutuhkan pertolongan," tuturnya. 


Margaret kemudian menyebutkan tiga alasan utama yang mengharuskan RUU Perlindungan PRT ini agar segera disahkan oleh DPR dan Pemerintah.


Pertama, menurut Margaret, ada kesesuaian antara konsentrasi perjuangan Fatayat NU selama ini dengan RUU Perlindungan PRT. Salah satunya adalah soal pemberdayaan dan perlindungan anak.


"RUU ini sejalan dan senafas dengan konsentrasi Fatayat NU yaitu berkaitan dengan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Kita ketahui bersama bahwa mayoritas PRT adalah para perempuan," tutur Margaret.


Alasan kedua yang ia kemukakan ke publik adalah karena RUU Perlindungan PRT ini diyakini dapat menyetop praktik kekerasan yang dilatarbelakangi oleh perbedaan kelas sosial di masyarakat. 


"RUU PPRT ini sangat mendukung tidak adanya atau diberhentikannya praktik-praktik diskriminasi dan kekerasan atas dasar kelas sosial," tegasnya.


Kemudian alasan ketiga adalah karena NU sebagai induk organisasi Fatayat NU memiliki nilai yang sama dengan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) tentang pemuliaan hak dan martabat manusia di muka bumi.


"(Ajaran Aswaja) di dalamnya terkandung nilai-nilai untuk menghormati atas sesama, nilai-nilai untuk menghargai atas sesama, nilai untuk tidak membedakan atau melakukan diskriminasi antarsesama," pungkas Margaret. 


Sebelumnya, Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi) juga telah mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan PRT ini.


Ketua Umum F-Buminu Sarbumusi, Ali Nurdin menjelaskan pentingnya RUU Perlindungan PRT untuk segera disahkan. Salah satunya karena kasus-kasus yang terjadi pada PRT terus bertambah dan selalu berulang, sehingga perlindungan melalui UU kepada PRT saat ini sudah sangat mendesak. 


Dorongan agar RUU Perlindungan PRT ini segera disahkan telah menjadi salah satu rekomendasi dari Muktamar Ke-34 NU di Lampung, pada Desember 2021. Pada Muktamar NU di Lampung itu, RUU Perlindungan PRT dibahas di dalam Komisi Bahtsul Masail Qanuniyah.


Forum ini mendorong para ulama dan masyarakat luas untuk dapat mengedukasi publik terkait profesi PRT, hak-hak dan kewajibannya yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam Ahlussunah wal Jamaah.


Urgensi RUU Perlindungan PRT

Berdasarkan survei yang dilakukan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), jumlah PRT di Indonesia tergolong paling tinggi di dunia jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia seperti India (3,8 juta) dan Filipina (2,6 juta). 


Sementara secara persentase, sebagian besar PRT adalah perempuan (84 persen) dan anak (14 persen) yang rentan eksploitasi atau risiko terhadap perdagangan manusia (human trafficking). 


Urgensi lain adalah karena PRT merupakan pekerja yang rentan. Mereka bekerja dalam situasi yang tidak layak. Di antaranya jam kerja yang panjang (tidak dibatasi waktu), tidak ada istirahat, tidak ada hari libur, tidak ada jaminan sosial. Ditambah pula rentan terjadi kekerasan dalam bekerja baik secara ekonomi, fisik, dan psikis (intimidasi, isolasi). 


PRT juga tergolong angkatan kerja yang tidak diakui sebagai pekerja, sehingga dianggap pengangguran. Selama ini, PRT  pun tidak diakomodasi dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan Republik Indonesia. 


Perjalanan RUU Perlindungan PRT

RUU ini telah diajukan sejak 2004 dan masuk ke dalam Prolegnas setiap masa periode masa bakti DPR RI. Kemudian dalam periode 2009-2014, RUU PPRT masuk Prioritas Tahunan dari 2010, 2011, 2013, dan 2014. 


Sejak 2010, RUU PPRT ini masuk dalam pembahasan Komisi IX DPR RI. Kemudian pada 2010-2011, Komisi IX DPR RI melakukan riset di 10 kabupaten/kota. Lalu pada 2012, Komisi IX DPR RI melakukan uji publik di tiga kota yaitu Makassar, Malang, dan Medan.


Di tahun yang sama, 2012, Komisi IX DPR RI melakukan studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina. Kemudian pada 2013, draf RUU PPRT diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI. Hingga 2014 RUU PPRT berhenti di Baleg DPR RI.

 

Lalu pada periode 2014-2019 masuk ke dalam Prolegnas (waiting list). Di masa bakti periode 2019-2024, RUU PPRT masuk lagi dalam Prolegnas. Kemudian masuk ke dalam RUU Prioritas 2020.


Pada akhir Januari 2023, RUU Perlindungan PRT ini mendapatkan titik terang kembali setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran terkait untuk mendorong percepatan penetapan RUU Perlindungan PRT ini.


“Saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” ujar Presiden dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2023.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad