Denpasar, NU Online
Pulau Bali yang akrab disebut Pulau Seribu Pura merupakan wilayah berpenduduk mayoritas Hindu. Selain itu, Bali juga masyhur dengan panoramanya yang indah serta berbagai obyek wisata menarik.<> Sebagai tujuan wisata internasional, Bali dihadapkan fenomena akulturasi budaya yang berdampak positif sekaligus negatif bagi pembentukan norma-norma sosial di masyarakat.
Kondisi tersebut membuat kaum minoritas muslim di Pulau Dewata ini sadar akan pentingnya benteng terhadap pengaruh negatif industri pariwisata dan perkembangan informasi serta media massa. Maka, dibutuhkan pemahaman yang mendalam terhadap pengetahuan agama yang kuat agar kaum muslimin tetap berada dalam keimanan, kebaikan, dan cinta keberagaman.
Hal tersebut mengemuka dalam bincang-bincang NU Online dengan beberapa kepala madrasah dalam rangka monitoring madrasah marjinal di Denpasar, Bali, 16-18 Juni 2014. Kegiatan monitoring ini menjadi salah satu agenda Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda) Kemenag RI tahun 2014.
Kepala MTs Miftahul Ulum Jarod Sudarmaji M.Pd.I mengatakan, madrasah yang dipimpinnya pada mulanya merupakan pondok pesantren. Dalam perkembangannya, pesantren tersebut digabung (merger) dengan pesantren Darun Najah di kampung sebelah lantaran kian menyusutnya jumlah santri. Namun, sekolahnya tetap ke MTs Mifathul Ulum Jl Ahmad Yani 35-B Wanasari, Denpasar Utara, Kota Denpasar.
“Sekitar pada tahun 1999 belum ada MTs di Bali. Anak lulusan MI di Denpasar, khususnya di kampung Jawa bernama Wanasari ini kesulitan mencari sekolah muslim. Mereka sekolah di luar Bali,” ungkap Jarod.
Akhirnya, lanjut Jarod, para ulama dan tokoh masyarakat sepakat mendirikan Madrasah Tsanawiyah Miftahul Ulum. Meski susah payah, para pendiri tetap bersemangat mencari murid. Dari sembilan siswa kini menjadi ratusan dari berbagai wilayah di Denpasar.
“Pada awal berdiri, di sini cuma ada sembilan orang murid. Alhamdulillah, kini memiliki 408 siswa. Alumni dari sini tersebar di berbagai aliyah antara lain MAN Negara Kabupaten Jembrana yang terkenal bonafide itu,” ujar pria kelahiran Boyolali ini bangga.
Sementara itu, Kepala MA Al-Ma’ruf Denpasar Rifa’i SAg M.Pd.I juga merasakan perjuangan yang nyata. Ia melihat kecenderungan para siswa untuk melanjutkan ke sekolah umum. “Anak-anak lulusan MTs agak kurang minat lanjut ke aliyah. Mereka lebih minat ke umum, SMK. Jadi, prestasi itu belum menjadi unggulan masyarakat. Ini menjadi PR utama kami,” ujar Rifa’i.
Senada dengan Rifa’i, Kepala MA Al-Muhajirin Lili Anita Baliani MM, menyatakan sangat berat perjuangan memimpin madrasah yang beralamat di Jl Taman Pancing Kampung Islam Kepaon, Pemogan, Denpasar ini.
“Tiap tahun ajaran, saya bersama para guru selalu sibuk mencari murid. Meski di sini juga ada MTs, namun mereka lebih milih lanjut ke sekolah umum. Jadi, di sini terasa betul dakwahnya,” ujar Lili. (Musthofa Asrori/Mahbib)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menyiapkan Bekal Akhirat Sebelum Datang Kematian
2
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
3
Khutbah Jumat: Tetap Tenang dan Berpikir jernih di Tengah Arus Teknologi Informasi
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
6
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One Piece di Momen Agustusan Nanti
Terkini
Lihat Semua