Nasional

Gelombang Pengungsi Rohingya di Aceh, Ketua PBNU: Pemerintah Harus Turun Tangan

Ahad, 26 November 2023 | 19:30 WIB

Gelombang Pengungsi Rohingya di Aceh, Ketua PBNU: Pemerintah Harus Turun Tangan

(Foto: NU Online/Reza Syaifullah)

Depok, NU Online
Dalam sepekan terakhir (14-21 November 2023), sebanyak 1.084 pengungsi Rohingya, Myanmar mendarat di berbagai pesisir Aceh. Mereka datang ke Aceh dengan berlayar menggunakan perahu kayu. Diperkirakan gelombang pengungsi Rohingya akan terus berdatangan.


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ahmad Suaedy mengungkapkan, terkait pengungsi Rohingya tersebut, Pemerintah Indonesia harus membuat rencana lebih lanjut dan menghubungkannya dengan Uniteds Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).


“Ya, ini kan soal solidaritas. Jadi pemerintah sebaiknya membuat semacam perencanaan, meskipun tidak harus menjadi warga negara, tetapi mereka mesti ditolonglah dan dihubungkan dengan UNHCR. Sebenarnya kan UNHCR siap untuk membantu, tetapi kan untuk itu ada proses. Jadi pemerintah harus membantu untuk proses tersebut” ujarnya pada NU Online di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat, Jumat (24/11/2023) malam.


Menurutnya, Rohingya yang terusir dari negaranya dan tidak mungkin untuk dikembalikan ke negara asalnya, tetapi pemerintah juga harus melakukan diplomasi ke Myanmar. Supaya Rohingya yang masih ada di sana tidak terusir.


“Tidak mungkin yang terusir ini dikembalikan, karena di sana sendiri diusir, ditindas. Ini mesti ada jalan keluar, meskipun tidak harus menjadi warga negara, tidak menetap di Indonesia, tetapi harus ada proses penampungan, dan lain sebagainya,” tegasnya.


Ia menjelaskan supaya tidak ada konflik sosial antara pengungsi Rohingya dengan penduduk lokal, UNHCR harus mengatur hal itu, misalnya dengan melakukan advokasi. “Mereka di sana juga harus disediakan pendidikan, untuk anak-anak ya. Saya kira sebaiknya ada kerja sama dengan UNHCR,” imbuhnya.


Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa apa yang dialami oleh Rohingya di Myanmar bukan konflik, melainkan sebuah penindasan, yaitu penindasan dari mayoritas etnis dan agama Myanmar kepada Rohingya yang kebetulan Muslim.

 

"Konflik itu ada saling menentang, ini adalah penindasan, bukan konflik. Sebenarnya tidak hanya Rohingya yang ditindas, tetapi yang paling parah adalah Rohingya,” jelasnya.


Ia mengatakan. secara internasional, Asia Tenggara seharusnya mengadvokasi Myanmar. Tetapi ada prinsip di ASEAN, jika negara-negara anggota tidak boleh campur tangan dalam urusan negara lain.


“Jadi ASEAN itu tidak punya gigi untuk menyelesaikan itu. Sebenarnya secara internasional bisa memberikan sanksi kepada pemerintah Myanmar agar mereka tidak melakukan penindasan kepada salah satu etnis minoritas di sana,” pungkasnya.