Nasional

Generasi Milenial Berperan Penting sebagai Agen Moderasi Beragama

Rab, 29 Desember 2021 | 14:00 WIB

Generasi Milenial Berperan Penting sebagai Agen Moderasi Beragama

Kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang begitu menjebak dalam beberapa tahun belakangan dinilai meresahkan.

Jakarta, NU Online
Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Kementerian Agama RI mengadakan acara dengan tema “Moderasi Beragama dan Generasi Milenial” di Hotel Acacia Jakarta Pusat. Sebagai kekuatan yang menentukan masa depan Indonesia, Kemenag menilai generasi milenial kini menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu ekstremisme.

 

“Kaum milenial pada dasarnya memiliki citra lebih terdidik, terbuka, dan paham teknologi. Kita sedang menyongsong era beragama yang lebih humanistis dan universal. Dari sini hubungan interreligius tampaknya lebih positif di masa depan kita,” jelas Rizky Riyadu Topek, Kasubag TU Puslitbang BALK Kemenag RI, sebagaimana rilis yang diterima NU Online, Rabu (29/12/2021).

 

Menurutnya, kemandirian generasi ini dalam memanfaatkan teknologi akan mendorong mereka menuju peremajaan keyakinan dan moderatisme beragama, terutama dengan mengajukan pertanyaan dan berpikir kritis.

 

Ia berpendapat, kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang begitu menjebak dalam beberapa tahun belakangan juga meresahkan. Untuk semua itulah ia memandang perlunya memperkuat kembali kepemilikan atas identitas kita yang sebenarnya, yaitu muslim Indonesia yang moderat, yang beragama secara ramah, toleran, dan menerima keanekaragaman.

 

“Kalangan milenial memiliki peran penting sebagai agen moderasi beragama. Milenial dapat menyosialisasikan muatan moderasi beragama di kalangan masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis, damai dan rukun. Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator di antaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragama,” tambahnya.

 

Sementara itu, Ewaldus Bole, Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) merefleksikan dengan pertanyaan kritis.

 

“Ada satu pertanyaan reflektif untuk kita saat ini. Mengapa diperlukan suatu gerakan moderasi agama? Apakah persoalan terorisme dan radikalisme disebabkan oleh agama?  Bagi saya akar persoalannya adalah karena kultur politik kita yang lebih mementingkan kepentingan suara mayoritas masyarakat kita. Ruang politik tidak pernah dibangun atas dasar kepentingan bersama, melainkan atas kepentingan kelompok yang pada akhirnya melahirkan politik identitas. Jadi persoalan-persoalan tersebut bukan karena agama. Agama-agama selalu mengajarkan perdamaian dan solidaritas bersama sebagai sesama manusia,” jelas pria yang biasa dipanggil Aldo.

 

Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara kita harus memiliki pemahaman yang sama bahwa kita adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang latar belakang Agama, suku, ras, dan lain-lain.

 

Acara ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kampus dan organisasi kemahasiswaan ternama. Narasumber kegiatan tersebut adalah Puslitbang BALK, Ewaldus Ewaldus Bole Presidium PP PMKRI, M. Irkham Thamrin PB PMII, Ai Rahmayanti Ketua Rumah Perempuan dan Anak, Jefry Gultom PP GMKI, dan Hariqo Wibawa Satria Direktur Eksekutif Komunikonten. Seluruh narasumber menyatakan moderasi beragama sangat penting dalam kehidupan bernegara.

 

“Kami mengapresiasi konsep moderasi beragama untuk diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” ungkap M. Irkham Thamrin Ketua Bidang Kegamaan PB PMII.

 

Editor: Mahbib Khoiron