Nasional

Karakter Moderasi Beragama adalah Jati Diri Bangsa   

Sel, 7 Desember 2021 | 06:00 WIB

Karakter Moderasi Beragama adalah Jati Diri Bangsa   

Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat SMA/SMK, Jumat (3/12/2021) di Boyolali Jawa Tengah. (Foto: Erik)

Boyolali, NU Online
Pembina Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Santri Nusantara (P3SN), Aris Adi Leksono mengatakan Kementerian Agama RI mengupayakan penguatan karakter moderasi beragama karena hal itu merupakan jati diri bangsa. Menurutnya, moderasi beragama bukan hal baru melainkan sudah ada sejak dulu. Hanya saja, kata Aris, moderasi beragama saat ini mulai tergerus oleh arus globalisasi yang dapat mengancam persatuan bangsa.  

 

"Berbagai tantangan sudah sangat dirasakan berupa arus globalisasi dengan ditandai maraknya media sosial dari pusat kota sampai pelosok desa. Untuk itu, arus media sosial yang begitu massif harus dibarengi dengan tabayun agar terhindar dari provokasi yang dapat memecah persatuan bangsa," ujar Aris saat memberi sambutan kegiatan Peningkatan Kapasitas Moderasi Beragama Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Tingkat SMA/SMK, Jumat (3/12/2021).

 

Pada acara yang bekerja sama dengan P3SN dan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementrian Agama RI di Hotel Al Azhar Azhima Hotel Resort and Convention, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah tersebut, Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PP Pergunu) itu berharap dari kegiatan ini dapat membangun motivasi dan membangun kesadaran untuk bersama-sama meningkatkan rasa cinta tanah air. Sekaligus menjaga nilai-nilai kebangsaan dan nilai-nilai keagamaan. Ia juga meminta agar para guru dapat membangun kebiasaan karakter moderasi beragama pada warga sekolah.

 

"Moderasi beragama, islam washatiyah, islam rahmatal lil alamin semua itu perintah agama. Sebagai bentuk landasan filosofis dan landasan teologis. Maka diharapkan guru-guru PAI SMA/SMK dapat mewarnai karakter moderasi beragama tidak hanya pada gurunya saja melainkan pada peserta didiknya," tegas Aris.

 
Saat ini, kata Aris arus globalisasi sudah tidak bisa dibendung lagi, bukan hanya di kota saja, bahkan sudah masuk ke desa-desa. Akhirnya secara tidak langsung mengubah mindset, merubah pola pikir, sehingga kondisi sosial bisa berubah luar biasa. 

 

"Salah satu kasus, karena cara beribadah berbeda lalu mengatakan kafir, bidah katanya. Karena informasi luar biasa tanpa dibarengi tabayun," ungkap Aris.
 

Sementara itu, Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 7 Provinsi Jawa Tengah, Suratno, dalam sambutannya mengatakan bahwa Kementerian Pendidikan saat ini sedang mengkampayekan merdeka belajar. Salah satu yang ditekankan adalah mengenai nilai toleransi beragama yang harus ada pada pelajar.


"Pada saat ini kementrian pendidikan menggelorakan tentang merdeka belajar. Salah satu sasarannya dalah profil pelajar pancasila yang di dalamnya ada nilai toleransi beragama," ujar Suratno.
 

Suratno menjelaskan bahwa guru-guru agama mampu mengawal berjalannya toleransi beragama di sekolah. Guru sebagai penyejuk karena tempat untuk konsultasi. Menurutnya, guru mempunyai pengalaman yang luas berdasarkan permasalahan di sekolah yang kerap kali ditemui. Sehingga dari pengalaman itu bisa menjadi modal tempat untuk konsultasi. 
 

Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Kendi Setiawan