Nasional

GP Ansor Jaksel Pertanyakan Pemprov DKI soal Kajian Felix Siau di Kantor Balaikota

Sel, 25 Juni 2019 | 16:05 WIB

Jakarta, NU Online
Gerakan Pemuda Ansor Jakarta Selatan menyayangkan rencana kajian Felix Siau, salah satu aktivis pengusung sistem khilafah, di Kantor Balaikota DKI Jakarta, Rabu (26/6) siang. Pihak GP Ansor Jaksel menolak rencana pihak Pemprov DKI Jakarta untuk melangsungkan kajian yang akan disampaikan Felix di Masjid Fatahillah di Kantor Balaikota DKI Jakarta, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.

Ketua GP Ansor Jakarta Selatan H Sulthon Mu’minah menyatakan penolakan keras pihaknya atas rencana Pemrov DKI Jakarta yang akan menghadirkan Felix Siau. Pasalnya, semua orang sudah mengerti bahwa Felix Siau merupakan salah seorang aktivis media sosial yang kencang mengampanyekan berdirinya sistem pemerintahan khilafah di Indonesia.

“Pimpinan Cabang G Ansor Jakarta Selatan menolak kegiatan tersebut. Kami akan mengirimkan 100 personel Banser besok. Kita tahu ustadz Felix Siau itu adalah tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). HTI merupakan ormas terlarang di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata H Sulthon kepada NU Online, Selasa (25/6) sore.

Sulthon mengeluarkan instruksi kepada Komandan Banser Jakarta Selatan Yahya Chairuddin untuk menyiapkan 100 personel Banser pada Rabu pagi untuk menyikapi rencana Pemprov DKI Jakarta tersebut.

“Besok, kita akan berkumpul di Kantor Pimpinan Pusat GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Nomor 65 A, Jakarta Pusat,” kata Sulthon.

Hampir dua tahun lalu, HTI secara hukum resmi menyandang status ormas terlarang di Indonesia. Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham mencabut status badan hukum HTI pada 19 Juni 2017 atas dasar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 80 A yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Status badan hukum HTI dicabut melalui Surat Keputusan Menkumham Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 terkait pencabutan Keputusan Menkumham nomor AHU-0028.60.10.2014 perihal pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Pemerintah melihat indikasi kuat HTI sebagai ormas yang bertentangan dengan asas Pancasila dan NKRI. Pemerintah melalui kajian panjang memutuskan bahwa aktivitas politik HTI dalam propaganda anti-Pancasila dan anti-NKRI membuat keresahan di masyarakat dan mengancam keamanan negara. 

Pihak HTI sempat mengajukan gugatan terkait status hukumnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pada Mei 2018 PTUN menolak gugatan pihak HTI karena menilai putusan pembubaran HTI melalui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 bersih dari cacat hukum.

Tidak berhenti di sana, HTI terus memperjuangkan badan hukumnya sebagai ormas di Indonesia. Pihak HTI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Gugatan kasasi HTI dengan bernomor 27 K/TUN/2019 masuk ke MA pada 2 Januari 2019. Pertengahan Februari 2019, tepatnya pada 14 Februari 2019, Hakim MA yang dipimpin Is Sudaryono menolak kasasi yang diajukan HTI.

"Mana bisa masjid di kantor Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mendatangkan pengusung khilafah untuk kajian? Ini melebihi batas," kata Kasatkoryon Banser Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Abdul Halim kepada NU Online, Selasa (25/6) malam. (Alhafiz K)