Nasional

Guru Madrasah Didorong Kembangkan Kemampuan Menulis

Kam, 13 Februari 2020 | 04:00 WIB

Guru Madrasah Didorong Kembangkan Kemampuan Menulis

Workshop Class Psychowriting Method bagi guru madrasah se-DKI Jakarta di gedung PBNU. (Foto: NU Online/Erik Alga Lesmana). 

Jakarta, NU Online
Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) bekerja sama dengan Direktorat Guru dan Tenaga (GTK) Kependidikan Madrasah Kementrian Agama Republik Indonesia melaksanakan Workshop Class Psychowriting Method bagi guru madrasah DKI Jakarta. 
 
Para guru madrasah se-DKI Jakarta itu dilatih untuk meningkatkan dunia literasi terutama menulis. Kegiatan yang bertajuk “guru mulia karena karya”  itu mendorong seorang guru untuk mengembangkan kemampuan dengan menulis.
 
Wakil Ketua Pengurus Pusat (PP) Pergunu, Aris Adi Leksono sangat optimis bahwa guru mampu melahirkan karya tulis mengingat sejauh ini banyak yang mampu melakukan itu.
 
Ia mencontohkan berdasarkan pengamatannya banyak guru sudah bisa membuat jurnal di madrasah tempat para guru mengajar. Menurutnya, hanya saja karya tulis itu belum sempat dibukukan sehingga jurnal yang ada hanya bisa dimanfaatkan di lingkungan madrasah masing-masing.    
 
“Sejauh ini sudah banyak (guru) menulis. Tapi mohon maaf, menulisnya masih di madrasah masing-masing. Tetapi kami sangat optimis akan segera kumpulkan dan diterbitkan menjadi buku,” ungkap Aris dalam sambutanya ketika melaporkan kegiatan di gedung PBNU jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (13/2).
 
Selain itu pemateri kegiatan  yakni Muhin Kalida memberikan motivasi kepada para guru madrasah berdasarkan pengalamannya yang sudah malang-melintang di dunia pegiat literasi madrasah tingkat nasional. 
 
Ia menjelaskan saat dirinya mendampingi siswa-siswi di di sekolah SMP Negeri daerah perbatasan. Dengan keadaan siswa yang jumlahnya tidak seberapa, mereka dituntut untuk menulis walupun jumlah tulisannya sedikit.
 
“Pertama, anak itu menulis puisi. Apa yang ada di otak anak keluarkan saja walupun bentuknya puisi. Terus buku yang kedua tetang esai bebas yang penting menulis. Akhirnya setiap anak nulis, ada yang cuma lima baris nulisnya, tapi tidak apa-apa,” ujarnya.
 
Menurutnya, ketika menulis jangan terlalu memaksa berlebihan kepada anak. Seandainya kemampuan menulisnya sedikit, tidak masalah yang penting ada hasil. Ketika buku yang kedua berupa esai diluncurkan dengan jumlah lebih tebal dibanding buku yang pertama berupa puisi. 
 
Ketika peluncuran membuat brosur bertajuk ‘sekolah berbasis literasi’ sampai  muncul di koran walaupun sekolahnya kecil jumlah siswanya sedikit tapi mampu menulis karya ilmiah dalam bentuk nyata yaitu buku esai. Dan itu menurutnya langsung mendapat apresiasi sampai-sampai buku itu kata pengantarnya dari bupati.
 
Dosen UIN Sunan Kalijaga itu menegaskan, ketika bedah buku semua jajaran pemerintah baik bupati maupun anggota DPRD setempat diundang dan akhirnya mereka datang. Setelah dua tahun berlangsung sekolah mengalami perkembangan yang cukup pesat karena banyaknya peminat dari orang tua yang ingin menitipkan anaknya. 
 
“Semua kelas bertambah sampai sulit menampung dengan banyaknya peminat dalam setiap tahunnya,” jelasnya. 
 
Bukan hanya instansi yang diuntungkan, tapi juga orang tua murid. Buku yang sudah diterbitkan dengan jumlah yang cukup banyak itu sampai-sampai diborong oleh wali murid dan diberikan kepada keluarganya.
 
“Bahkan sampai orang tua itu beli bukunya empat, lima, bahkan lebih. Langsung dikirimkan ke semua keluarganya sekalipun itu jauh sekali tempatnya. Karena apa? Orang tua sangat bangga anaknya dapat menulis buku,” tegasnya.
 
Dalam kegiatan itu setelah memberikan motivasi dan materinya, para guru madrasah yang juga peserta kegiatan diberi tugas untuk menulis esai dengan tema bebas dalam jangka waktu sepuluh menit. Ditulis di kertas dengan menggunakan pena pada lembaran. Nantinya tulisan itu akan dikumpulkan menjadi satu dan dicetak menjadi buku. 
 
“Target bulan depan tulisan bapak ibu sudah dicetak menjadi buku dan langsung kita launching,” ujar Muhsin.
 
Menurutnya, dalam jangka waktu sepuluh menit saja peserta sudah bisa menghasilkan tulisan berupa esai bahkan bisa lebih dari dua sampai tiga lembar. Seandainya dalam sepekan menulis, sudah berapa lembar hasil karya tulis dan itu bisa dicetak menjadi buku. 
 
Ia juga memberikan trik bagi penulis pemula. Pekerjaan menulis, membaca, dan mengedit jangan dikerjakan secara bersamaan karena itu satu hal yang sangat fatal. Ketika tugas awal menulis menurutnya, fokus menulis sampai ide gagasan itu dapat ditungkan semunya dalam bentuk tulisan. 
 
“Setelah selesai menulisnya baru dibolehkan membaca dari awal tulisan sampai akhir. Setelah membaca selesai baru tugas selanjutnya mengedit dan inilah tugas terakhir,” pungkasnya.      
 
 
Kontributor: Erik Alga Lesmana
Editor: Ibnu Nawawi