Nasional

Gus Mus: ‘Kembali ke Al-Qur’an’ Berarti Ngaji

Rab, 19 Desember 2018 | 11:45 WIB

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah KH Ahmad Mustofa Bisri didaulat menyampaikan pidato kebudayaan pada pembukaan Muktamar Sastra di Pesantren Salafiyah Safi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (19/12).

Dalam pidatonya, kiai yang akrab disapa Gus Mus ini sempat menyindir sekelompok orang yang mengampanyaken jargon ‘kembali ke Al-Qur’an’ namun lebih sering menggunakan Al-Qur’an terjemahan dari pada menelaah Al-Qur’an dengan mengaji dan mengkajinya melalui Ulumul Qur’an dan 'ilmu alat'. 

Pasanya, seseorang tidak bisa mengetahui isi dari Firman Allah jika hanya bermodalkan Al-Qur’an terjemahan saja.“Ternyata yang dimaksud Al-Qur’anul Karim oleh dia sebangsanya, itu adalah Al-Qur’an yang ada terjemahannya punya Pak Lukman ini. Ya, Gak bisa,” Sindir Gus Mus yang disambut tawa hadirin.

Lebih-lebih, Mustasyar PBNU ini menilai jargon tersebut lebih terkesan sebagai sebuah kesombongan. Pasalnya jargon tersebut terkesan mengabaikan kitab-kitab tafsir yang ditulis para ulama terdahulu. Untuk itu, ia mengingatkan agar menjaga sikap tawadlu seperti yang dilakukan para ulama dahulu, yang membuat kitab-kitab untuk memudahkan orang awam agar mengerti cara beribadah. “Ini yang lebih saya hargai dari pada yang petantang-petengteng suruh kembali kepada Al-Qur’an, tapi tidak mau ngaji,” ucapnya.

ini pun mengemukakan bahwa untuk dapat mengetahui isi Al-Qur’an diperlukan banyak ilmu yang menjadi penunjangnya seperti Bahasa Arab, Ilmu Tafsir, Nahwu, Sharaf  dan Balaghah yang bisa diperoleh dengan cara mengaji. “Kalau benar konsekuen kembali ke Al-Qur’an, ya ngaji, tidak bisa tidak,” jelasnya. 

Selain Gus Mus, dalam acara tersebut hadir pula Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, sastrawan Zawawi Imron, dan sejumlah nama besar lainnya. (Husni Sahal/Ahmad Rozali)