Nasional HALAL BIHALAL

Gus Nur: Idul Fitri, Kembali ke Naluri Religius

NU Online  ·  Kamis, 22 Agustus 2013 | 02:03 WIB

Sekadau-Kalbar, NU Online
Sudah menjadi tradisi warga Muslim Desa Setuntung, Belitang, Sekadau Kalimantan Barat tiap tahunnya mengadakan halal bihalal di bulan Syawal. Kali ini warga mengundang H Nurwanto, salah seorang pendiri NU Kabupaten Sekadau.<>

Dalam tausiyah halal bihalal, Ahad (18/8) itu ia menguraikan tentang asal usul lebaran di Indonesia yang merupakan akulturasi lokal dengan agama Islam. Hal ini dimaksud oleh para ulama terdahulu agar kerukunan dan kesejahteraan tercipta di masyarakat.

”Makna lebaran adalah saling maaf memaafkan antar  warga yang saling kenal dan mempunyai interaksi dalam kehidupannya. Bahkan Allah lebih suka kepada orang yang memberi maaf,” katanya mengutip ayat Al-Qur’an.

Menurut Gus Nur (begitu sahabatnya biasa memanggil),tradisi halal bihalal ini berasal dari Keraton Surakarta, yaitu oleh KGPAA Mangkunegara I yang sering juga disebut sebagai Pangeran Sambernyawa.

Sang pengean mengadakan halal bihalal setelah shalat ied bersama seluruh prajurit dan punggawa kerajaan di balai istana. Hal ini dimaksud untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya. Para pejabat istana melakukan sungkeman dengan tertib kepada raja dan permaisuri.

Dijelaskannya bahwa Sungkem ini bertujuan sebagai lambang penghormatan dan permohonan maaf atau nyuwun ngapura. Istilah ngapura katanya berasal dari bahasa Arab yaitu “ghafura”.

“Kemudian sekarang halal bi halal dan sungkeman menjadi tradisi terutama di kalangan orang-orang Jawa. Makanya setiap lebaran, orang-orang Jawa pulang kampung, karena menghormati orang tua atau orang yang di tuakan disana,” jelasnya lagi.

Mustasyar NU Kabupaten Sekadau ini menjesakan, di kalangan ulama, idul fitri diartikan dengan kembali kepada kesucian. “Setelah sebulan penuh puasa selama ramadhan menyucikan jasmani dan rohani dengan harapan dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Memasuki idul fitri, kita semua seperti bayi yang baru lahir, suci lahir bathin,” katanya.

Namun katanya kemudian ada pula yang mengartikan idul fitri kembali ke fitrah atau naluri religius. Seperti tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183 bahwa tujuan puasa agar orang yang melakukannya menjadi orang yang taqwa atau meningkat kualitas religiusnya. 

“Adapula yang mengartikan idul fitri bahwa umat islam kembali kepada keadaan memperbolehkan lagi makan dan minum seperti biasanya. Di kalangan ahli bahasa Arab, pengertian ini dianggap yang paling tepat, “ katanya mengungkapkan.

Ia menyimpulkan bahwa memasuki idul fitri umat Islam dapat mencapai kesucian lahir batin sekaligus meningkat pula kualitas regiusitasnya. Ditambahkan pula bahwa idul fitri merupakan puncak dari suatu metode pendidikan mental yang berlangsung selama satu bulan untuk mewujudkan profil manusia yang suci lahir batin,memiliki kualitas keberagamaan yang tinggi dan memelihara hubungan sosial yang harmonis.

Sementara itu Kepala Desa Setuntung, Asnansyah mengatakan, kegiatan  halal bihalal ini dalam rangka untuk mempererat tali silaturrahmi  warga Desanya. “Saya juga minta maaf kepada warga desa sekalian, mungkin dalam pelayanan pemerintah Desa ada yang kurang berkenan di hati bapak ibu dan warga Desa semuanya,” katanya menghiba.

Ia juga berjanji bahwa untuk tahun  depan kegiatan ini akan menjadi agenda rutin desa yang mempelopori perkebunan sawit di kecamatan Belitang ini. Nampak pula beberapa orang Banser Kabupaten Sekadau turut membantu pengamanan untuk mensukseskan kegiatan tersebut.


Keterangan Gambar: Gus Nur (peci putih) bersama Kades Setuntung dan Pengurus Masjid serta Panitia Halal Bihalal.


Redaktur: A. Khoirul Anam
Kontributor: M. Sandi