Nasional

Gus Yahya: Persaudaraan Kebangsaan adalah Prasyarat Persaudaraan Keislaman

Rab, 31 Agustus 2022 | 13:30 WIB

Gus Yahya: Persaudaraan Kebangsaan adalah Prasyarat Persaudaraan Keislaman

Gus Yahya saat mengisi Stadium Generale Universitas Surabaya (Ubaya) yang ditayangkan dalam Youtube Ubaya Official, Rabu (31/8/2022).

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf menuturkan bahwa banyak orang membuat rangkaian nalar bahwa persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah) itu adalah bingkai yang paling kecil, kemudian yang lebih besar yaitu persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah), dan bingkai yang lebih luas lagi yaitu persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah basyariyah).


“Menurut saya sebenarnya ini rangkaian nalar yang terbalik. Mestinya ukhuwah Islamiyah baru bisa dimungkinkan kalau ada ukhuwah wathaniyah. NU dan Muhammadiyah tidak akan bisa rukun kalau tidak menyadari persaudaraan kebangsaan. Kami bisa rukun karena kita punya tanggung jawab atas bangsa ini sehingga mau tidak mau harus rukun. Kita punya kesadaran kebangsaan itu hanya mungkin kalau kita punya kesadaran tentang kemanusiaan,” jelas Gus Yahya dalam Stadium Generale Universitas Surabaya (Ubaya) yang ditayangkan dalam Youtube Ubaya Official, Rabu (31/8/2022).


Menurut Gus Yahya, sapaan akrabnya, pra-syarat dari persaudaraan keislaman yaitu persaudaraan kebangsaan. Dan pra syarat persaudaraan kebangsaan itu adalah persaudaraan kemanusiaan. Kepentingan membangun harmoni beragama bukan hanya kepentingan untuk merawat, tapi juga mandat proklamasi.


“Kalau kita lihat sejarah BPUPKI kita tahu bahwa di situ ada para pemimpin Indonesia dengan latar belakang yang sangat beragam dan dengan perbedaan yang diametral. Bayangkan mulai dari pendukung rasionalisme barat, pendukung tradisionalisme lokal, ada mulai dari komunisme, sampai ke islamisme. Mereka harus mencari titik temu supaya bisa lahir negara tempat semua orang boleh hidup bersama, yang hasilnya adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” ungkapnya Gus Yahya.


Ia menambahkan, ini mungkin terjadi karena kesadaran kebutuhan bersatu. Untuk menjadi tunggal ika itu memang tema pergulatan berskala peradaban di Indonesia sejak zaman Mpu Tantular. Bhinneka Tunggal Ika sebenarnya adalah pernyataan menolak bentuk negara agama karena waktu itu ada kontroversi tentang agama Budha dan Hindu sebagai agama kerajaan dan diselesaikan dengan Bhinneka Tunggal Ika untuk menyatakan bahwa Majapahit bukan negara agama. 


“Para pendiri bangsa membuat kerangka kerja yang sebetulnya komprehensif mulai dari nilai dasar sampai pada tatanan yang harus diwujudkan di bumi. Yang pertama dibutuhkan adalah soal demokrasi agar dapat hidup damai, karena realitas kita yang berbeda-beda dan di tengah perbedaan kita hanya bisa berdamai jika setara tidak ada diskriminasi,” papar Gus Yahya yang juga hadir bersama Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir.


Gus Yahya menegaskan, demokrasi harus diatur dan dirawat supaya tidak menjadi pintu bagi konflik. Misalnya berkumpul dan berserikat bebas berpendapat, tapi harus ditetapkan ukurannya, jika berkumpul untuk merusak seluruh tatanan negara maka harus dilarang.


Kontributor: Afina Izzati

Editor: Fathoni Ahmad