Nasional

Gusdurian Gandeng Sejumlah Pihak Atasi Amblesan Tanah di Sidoarjo

Sen, 4 Juli 2022 | 19:30 WIB

Gusdurian Gandeng Sejumlah Pihak Atasi Amblesan Tanah di Sidoarjo

Gusdurian peduli.

Jakarta, NU Online

Gusdurian Peduli menggelar diskusi ihwal amblesan tanah yang terjadi di wilayah Selatan Kabupaten Sidoarjo, khususnya di dua Desa yakni Kedungbanteng dan Banjarsari Kecamatan Tanggulangin. Amblesan tanah tersebut disebabkan karena produksi migas.


Diskusi tersebut menghadirkan beberapa peneliti dari UGM, ITS, UPN Veteran Yogyakarta, UNAIR, BPBD Kabupaten Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan (ADPMET). 


Koordinator Gusdurian Peduli A’ak Abdullah Al Kudus dalam keterangan tertulis yang diterima NU Online, Senin (4/7/2022) mengatakan keterlibatan banyak pihak ini sebagai salah satu upaya untuk menjawab tantangan pengurangan risiko bencana penurunan tanah yang disinyalir disebabkan oleh aktivitas produksi gas bumi. 


Pasalnya, bencana semburan lumpur di Sidoarjo yang terjadi sejak 29 Mei 2006 telah berlangsung selama 16 tahun dan dampaknya masih terjadi hingga sekarang. Secara politis, semburan lumpur Sidoarjo dikategorikan sebagai bencana alam yang dipicu oleh gempa bumi Yogyakarta 2006. Namun perdebatan atas penyebab semburan lumpur Sidoarjo masih berlangsung hingga saat ini.


Semburan lumpur berada pada lokasi pengeboran migas PT Lapindo Brantas. Dalam perkembangannya, upaya produksi gas di Sidoarjo berlangsung masif dan ekspansif ditandai dengan upaya pemboran lokasi baru. Misalnya, produksi migas lapangan Wunut dan Tanggulangin yang kini diduga menyebabkan penurunan tanah di sekitarnya. 


Faktor penyebab penurunan tanah

Tim ahli dari Badan Geologi membenarkan terjadinya penurunan tanah dalam beberapa tahun terakhir di Sidoarjo. Dilaporkan Wawan, dari kajian berdasarkan data satelit penginderaan jarak jauh menggunakan interferometry synthetic aperture radar menunjukkan kawasan Timur, Selatan, dan Tenggara Kabupaten Sidoarjo pada periode 2015-2022 alami penurunan tanah bervariasi antara 2 sampai 4 centimeter per tahunnya. Penurunan tanah seringkali dilaporkan terjadi di kota besar dan faktornya diakibatkan eksploitasi fluida.


Sementara itu, Dosen Teknik Geologi UGM Indra Arifianto mengungkapkan, munculnya lumpur gunung api di Sidoarjo dengan volume 100 juta liter/hari pada area eksplorasi gas bumi menyebabkan penurunan tanah dengan laju 0,5-14,5 m/tahun. Sedangkan penurunan tanah juga terjadi di Wunut dan Tanggulangin mulai 2019 yang seiring dengan peningkatan kapasitas produksi 4 lapangan gas di kedua daerah tersebut. Penurunan tanah juga menyebabkan gas leakage dan banjir di wilayah Porong akibat aktivitas produksi lapangan gas bumi. 


Senada dengan Indra, Dosen Teknik Geomatika ITS Noorlaila Hayati menjelaskan alasan wilayah tersebut terjadi penurunan tanah. Menurutnya, di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri Kecamatan Tanggulangin pada tahun 2018 sampai 2022 menunjukkan terjadinya penurunan tanah hingga 60 cm, yang menyebabkan kedua desa tersebut kini berada di wilayah cekungan dan menyebabkan banjir genangan hingga berbulan-bulan. 


Sebagai informasi, Desa Banjarsri dan Kedungbanteng, Tanggulangin pernah dilanda banjir pada akhir Desember 2019 sampai dengan akhir kuartal pertama 2021. Setelah itu, banjir kembali terjadi pada akhir tahun 2021 di kawasan tersebut.


Kerugian akibat penurunan tanah 

Adjie Pamungkas dari ahli Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS memaparkan, kerusakan dan kerugian banjir akibat penurunan tanah di kedua desa tersebut dari semua aspek penghidupan masyarakat mencapai nilai Rp99,4 Milyar dan rata-rata Rp130 juta per KK. 


Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil GAS Andang Bachtiar menunjukkan data bahwa penerimaan daerah dari bagi hasil produksi migas di Kabupaten Sidoarjo dari tahun 2016-2021 berturut-turut Rp4,3 miliar, Rp4,1 miliar, Rp5,2 miliar, Rp15,2 miliar, Rp2,2 miliar, dan 22,1 miliar. 


Andang menyatakan upaya peningkatan kapasitas produksi di empat lapangan Wunut dan Tanggulangin seiring dengan peningkatan penghasilan daerah dari bagi hasil produksi migas di Sidoarjo. Namun juga menunjukkan hal yang linier bahwa semenjak aktivitas tersebut telah terjadi penurunan tanah dengan laju penurunan yang eksponensial hingga hari ini. 


“Penurunan tanah yang berimbas banjir jika memang diakibatkan oleh aktivitas produksi migas, dan peristiwa tersebut menimbulkan kerugian mencapai Rp99,4 miliar maka sangat tidak sebanding dengan penghasilan daerah dari bagi hasil produksi migas di Sidoarjo yang jauh lebih kecil setiap tahunnya,” terang Andang. 


Sekjen ADPMET ini mengusulkan untuk perlengkapan data menggunakan data produksi migas dari SKK Migas dan Ditjen Migas. Ia mengingatkan akademisi untuk tidak bersembunyi pada eufemisme, dan tidak takut akan efek politis dari permasalahan ini. 


Dorongan moratorium

Sementara itu, Dosen UPN Veteran Yogyakarta Eko Teguh Paripurno mendorong upaya moratorium untuk menjawab terkait keuntungan produksi migas apakah cukup untuk mengganti dampak kerugian akibat aktivitasnya. Kehadiran perusahaan produksi migas bukan sesuatu yang tiba-tiba, namun sebuah imbas dari kebijakan politik pembangunan pada setiap level pemerintahan, dan buruknya tidak pernah dilakukan upaya kontingensi terhadap risiko yang mungkin ditimbulkan, jadi terkesan seolah-olah risiko tidak akan ada. 


“Selain untuk menyelesaikan masalah di Sidoarjo, kasus ini juga menjadi contoh untuk dijadikan cara berpikir di tempat lain mengenai risiko pembangunan dan risiko ekologis, bukan hanya di migas namun semua pertambangan,” kata Kang ET sapaan akrabnya. 


Diskusi yang dilakukan secara daring ini diakhiri dengan mendorong semua pihak untuk melakukan moratorium, melibatkan SKK Migas dan Ditjen Migas, serta mendorong Pemprov Jawa Timur untuk menindaklanjuti hasil diskusi ini dengan upaya-upaya kebijakan atau komunikasi vertikal ke pemerintah pusat untuk penyelesaian permasalahan ini bukan hanya saat darurat seperti sekarang, namun juga meliputi mitigasi hingga pencegahan. 


Gus A’ak berharap jangan sampai warga disekitar proyek menjadi bemper pembayar risiko atas keuntungan perusahaan sebagaimana mandat Undang-undang. Gusdurian Peduli siap berada pada barisan paling depan untuk membela masyarakat Sidoarjo yang terdampak bencana akibat ketidakadilan kebijakan. 


Gus Aak berpesan kepada Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa sebagai sesama santri Gus Dur agar memegang teguh prinsip tashorruf al-imam 'ala ar-ro'iyah manuthun bi al-maslahah bahwa Kebijakan Pemimpin atas rakyat harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan. 


“Karena itu yang selalu diajarkan oleh Gus Dur kepada santrinya. Dan Gus Dur selalu berpesan bahwa yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan,” tandasnya. 


Kontributor: Suci Amaliyah

Editor: Fathoni Ahmad