Nasional

Hakim Konstitusi: Negara Menjamin Pelaksanaan Agama

NU Online  ·  Jumat, 23 November 2018 | 00:00 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Meskipun zaman dulu kata syariat dan Allah tidak disepakati oleh seluruh elemen bangsa Indonesia, masyarakat Muslim, khususnya, dan rakyat Indonesia secara umumnya dapat melaksanakan perintah agamanya.

"Sila pertama ini memberikan jaminan bagi penduduknya melaksanakan ajaran agamanya," kata Wahiduddin Adams, Hakim Mahkamah Konstitusi, saat saat Seminar Nasional yang mengusung tema Islam dan Konstitusi, Implementasi Ajaran Islam dalam Sistem Hukum di Indonesia di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jalan Kertamukti, Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, Kamis (22/11).

Menjamin itu, menurutnya, berarti mengakui, melindungi, dan bahkan memberikan kesempatan dan ruang untuk pelayanan terhadap pelaksanaan agamanya.

"Kita sudah merasakan hal yang sudah disebut tadi," ujarnya.

Kata syariat dulu, katanya, seperti menjadi semacam alergi. Hanya Fakultas Syariah, lanjutnya, yang berani menggunakan term (istilah)tersebut. Hal itu tak pelak menuai tawa hadirin.

"Pada masa lalu yang berani menggunakan kata syariah itu ya Fakultas Syariah," katanya.

Wahiduddin menjelaskan bahwa tahun 1992 mulai muncul ide undang-undang perbankan Islam. Tetapi term yang disepakati saat itu, jelasnya, adalah penyelenggaraan bank dengan sistem bagi hasil.

Namun, seiring lahirnya Era Reformasi, kata syariah mulai tidak lagi tabu. Muncul istilah perbankan syariah pada tahun 1998. Di Kementerian Agama ada 12 item kata syariah. Ada juga gadai syariah dan asuransi syariah. Bahkan, saat suatu perjalanan, ia menemukan pijat syariah. Istilah terakhir ini juga menuai tawa puluhan peserta seminar.

"Sekarang kata syariah dan hukum Islam sudah bisa diterima," pungkas alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Fakultas Syariah Cabang Ciputat itu.

Kegiatan seminar ini juga dihadiri oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) 2003-2008 Jimly Asshiddiqie, Ketua MK 2008-2013 Mahfud MD, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Abdul Gani Abdullah, dan Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Masykuri Abdillah. (Syakir NF/Muhammad Faizin)