Nasional JELANG KONGRES IPNU-IPPNU

Hanya Dua Kandidat Ketum IPNU Berani Adu Visi Misi

Sen, 26 November 2012 | 23:38 WIB

Jakarta, NU Online
Debat kandidat Ketua Umum Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) di kantor Harian Duta Masyarakat Biro Jakarta, Senin (26/11), berjalan meriah dan menarik. 
<>
Para kandidat benar-benar beradu visi dan misi untuk membangun organisasi pelajar NU tersebut. 

Mereka akan bersaing pada Kongres IPNU-IPPNU di Asrama Haji Palembang Sumatera Selatan, 30 November-4 Desember mendatang. Sayangnya, dari enam calon IPNU yang hadir hanya dua kandidat, yaitu Muhammad Abdul Idris (Jawa Tengah) dan Abdurrahman S Fauzi (Yogyakarta). Mereka yang tidak hadir adalah Riza Azizi Hisyam (Jawa Timur), Khairul Anam (Sulawesi Selatan), Muhammad Nahdy (Yogyakarta), dan Ahmad Murodi Mursyid (Jawa Barat).

Sedangkan tiga kandidat Ketua Umum IPPNU, semua hadir lengkap beserta para tim sukses dan pendukungnya, sehingga acara yang dipandu Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Andi Najmi Fuaidi tersebut berlangsung meriah. Mereka adalah Farida Farichah, Nikmatul Azizah (Jawa Tengah), dan Eka Fitri Rahmawati (Jawa Timur).

Ketidakhadiran empat kandidat Ketua Umum IPNU tersebut disayangkan para audens yang terdiri dari kalangan wartawan, dan kader IPNU-IPPNU. Maklum, adu visi dan misi menjelang kongres di kalangan IPNU-IPPNU selama ini bisa dibilang belum pernah digelar.

Riza Azizi Hisyam sebelumnya mengkonfirmasi akan menghadiri acara. Namun menjelang acara digelar, ia mengirim pesan singkat yang isinya batal hadir karena sakit. “Punten Cak, saya gak bisa debat siang ini. Badan saya tiba-tiba drop. Moga maksud acaranya tersampaikan dan sukses,” katanya.

Sedangkan Khoirul Anam sebelumnya juga menyatakan siap hadir. “Iya mas. Saya diingatkan saja,” katanya. Namun, mendekati pelaksanaan debat, ia tak memberi kabar apapun. Nyatanya ia tak kelihatan di lokasi acara hingga acara berakhir.

Padahal kehadiran Anam sangat dinantikan peserta debat dan kader IPNU-IPPNU yang hadir karena ia sekarang ini masih menjabat Sekjen PP IPNU. Sedangkan Ahmad Murodi sejak awal memang sama sekali tak tak menjawab undangan panitia. Kandidat dari Jawa Barat tersebut terkesan menyepelekan undangan panitia.

Andi Najmi yang memimpin jalannya debat mengatakan, Duta Masyarakat selama ini menjaga tradisi diskusi menjelang suksesi kepemimpinan di internal NU. Jelang Muktamar NU 2010 lalu, Duta mengundang semua kandidat Ketua Umum PBNU dalam acara diskusi. Dan, semua kandidat saat itu hadir, termasuk Ketua Umum PBNU terpilih, KH Said Aqil Siroj.

Selain itu, menjelang Kongres Ansor tahun lalu, sebagai koran berbasis NU, Duta juga mengundang para kandidat Ketua Umum Ansor untuk menyampaikan visi dan misi dalam sebuah acara diskusi. “Jadi teman-teman di Duta ini memang menjaga tradisi diskusi. Dan sekarang ini yang diundang para kandidat Ketua Umum IPNU dan IPPNU,” katanya.  

Penanggung jawab acara, Ahmad Millah Hasan menuturkan, tradisi adu visi-misi dan debat kandidat Ketua Umum IPNU dan IPPNU jarang dilakukan atau mungkin belum pernah dilakukan. Sehingga banyak kandidat tidak siap hadir.

“Pertarungan antar kandidat biasanya langsung di arena kongres, tak ada adu konsep menjelang kongres, sehingga kualitas kandidat tak bisa diukur sebelum kongres. Tradisi diskusi yang baru ini perlu dilestarikan,” katanya.

Meski demikian, mantan Ketua PP IPNU ini tetap memberikan acungan jempol untuk tiga kandidat dari IPPNU yang bersedia hadir. “Dua jempol untuk kandidat IPPNU yang semua berani tampil beradu konsep dan argumen untuk kemajuan organisasi,” jelasnya.

Sementara itu, Muhammad Abdul Idris dalam pparannya mengatakan, IPNU saat menghadapi banyak masalah. Salah satu indikasinya adalah kegagalan menjalankan program berbasis pelajar dan santri. “Kondisi IPNU sekarang sudah akut,” katanya.

Baginya, gerakan IPNU kembali ke pelajar dan santri tak bisa ditawar lagi. Gerakan tersebut sebagai upaya mengembalikan peran IPNU di kalangan pelajar dan santri. “IPNU ke depan harus serius dalam melakukan pembinaan pada pelajar di madrasah, pesantren dan sekolah umum. untuk itu, sudah saatnya resantrinisasi dan IPNU-nisasi pelajar, karena selama ini merupakan basis kekuatan IPNU,” paparnya.

Kandidat lainnya, Abdurrahman S Fauzi mengatakan, eksistensi IPNU ke depan harus diperkuat melalui kaderisasi yang dipersiapkan untuk mencetak kader-kader NU yang berkualitas pada masa mendatang. “Jadi bukan hanya kaderisasi untuk mengaktifikasi IPNU, tapi untuk masa depan NU,” katanya.

Ia menambahkan, potret NU masa depan bisa dilihat dari kader-kader IPNU yang lahir saat ini. Jika kader IPNU yang muncul saat ini kualitasnya baik, maka NU di masa depan akan punya tokoh hebat yang tak diragukan lagi kualitasnya.

“Kita menoleh ke belakang, kualitas tokoh NU yang ada saat ini terbentuk karena kaderisasi IPNU pada puluhan tahun lalu,” kata mantan Ketua PW IPNU Yogyakarta ini.

Sementara itu, kandidat Ketua Umum IPPNU, Farida Farichah mengatakan, dirinya akan menjadikan IPNU sebagai wadah pembentukan leadership. Untuk itu, sebagai organisasi, IPPNU harus kuat secara struktural dengan program-program yang mendukung keberlangsungan organisasi.

“Maka konsolidasi kepengurusan, database anggota IPPNU di seluruh Indonesia, dan program kaderisasi di tiap wilayah menjadi program wajib yang harus dilakukan,” katanya.

Selain itu, ia mengatakan, IPPNU akan wadah tumbuh kembang kreatifitas pelajar. “IPPNU yang beranggotakan pelajar harus dijadikan tempat kebanggaan untuk berkarya dan berprestasi dengan memiliki wawasan kebangsaan dan karakter keindonesian berdasarkan nilai-nilai ahlus sunnah waljamaah,” paparnya.

Kandidat lainnya, Nikmatul Azizah mengatakan, tantangan yang dihadapi IPPNU ke depan sangat besar. IPPNU, katanya, tak boleh hanya bergerak di kalangan pelajar dan santri saja. “Kini menjadi empat target grup, pelajar, santri, remaja puteri dan mahasiswa,” katanya.

Karena itu, kongres kali ini harus menjadi momentum evaluasi terhadap setiap gerakan IPPNU. “Kini IPPNU belum maksimal dalam menggarap kalangan santri dan pelajar. Kita masih setengah-setengah, di pesantren belum seluruhnya ada, di sekolah pun demikian. Kita sekarang menargetkan lebih luas,” jelasnya.

Een, demikian ia akrab disapa, menambahkan, eksistensi IPPNU kini belum terlihat sepenuhnya di masyarakat. Proses kaderisasi juga belum menyeluruh. “Maka perlu adanya restrukturisasi. IPPNU adalah organisasi kita, dan tanggungjawab kita semua untuk memajukannya,” katanya.

Sedangkan Eka Fitri Rohmawati (Afi) mengatakan, IPPNU punya sejarah panjng dari sejak berdirinya sampai saat ini. Terutama dalam proses perjuangan dan advokasi bagi pelajar. Namun, eksistensi organisasi kurang dikenal masyarakat. "PR Kita untuk mengenalkan pada khalayak,” katanya.

Untuk kemajuan IPPNU, katanya, kaderisasi adalah harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. “Apalagi, masalah pelajar secara umum semakin banyak seperti free sex, narkoba dan lainnya. Satu hal yang penting, tugas IPPNU adalah membina pelajar jangan sampai menjadi korban ketidakadilan," ujarnya.

Kontributor: Aan