Surabaya, NU Online
Kegandrungan kaum Muslimin untuk belajar agama di internet demikian tinggi. Lewat gawai yang dimiliki, warga dengan mudah mengakses informasi termasuk persoalan keagamaan. Namun yang harus diketahui bahwa portal keagamaan yang mengaku sebagai Ahlussunnah wal Jamaah atau Aswaja ternyata kebanyakan palsu.
Penegasan ini disampaikan H Ahmad Muhibbin Zuhri saat mengisi kajian di Masjid Abu Adenan, Perumahan Gunung Sari Indah, Karang Pilang, Surabaya, Sabtu (15/6).
“Saya pernah menugaskan mahasiswa pascasarjana di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk meneliti situs-situs berlabel Aswaja,” kata Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya, Jawa Timur tersebut.
Lantas bagaimana hasilnya? Ternyata sungguh mencengangkan. “Setidaknya ada 67 persen situs dengan nama Aswaja itu malah menjauhkan dari nilai-nilai Aswaja,” ungkap Direktur Museum Nahdlatul Ulama Surabaya tersebut.
Karenanya, H Muhibbin menyarankan kepada jamaah di Masjid Abu Adenan untuk lebih hati-hati. “Warga NU yang mempelajari agama tidak secara langsung melalui guru, ustadz dan kiai benar-benar harus hati-hati,” katanya.
Dengan angka 67 persen situs internet dengan label Aswaja palsu, maka sudah saatnya menyadarkan semua kalangan akan ancaman serius tersebut. “Hanya ada 33 persen masuk kategori situs Aswaja. Itupun tak semuanya Aswaja An-Nahdliyah yang menjadi pedoman warga NU,” jelasnya.
Realita ini hendaknya menyadarkan berbagai kalangan khususnya pegiat NU dan Aswaja an-Nahdliyah untuk ekstra waspada kala membuka internet. “Inilah bahaya kalau belajar dari mbah Google. Karena nyatanya banyak situs palsu yang mendompleng nama Aswaja,” tandasnya
Menurut H Muhibbin, kegandrungan belajar agama hendaknya lebih selektif agar tidak salah jalan. “Harus ada tempatnya dan gurunya agar tidak tersesat,” tegas Ketua Bidang Imarah Badan Pengelola Masjid Nasionl Al-Akbar Surabaya ini.
Pada kesempatan tersebut H Muhibbin juga menekankan pentingnya masjid-masjid NU bisa menjaga nilai-nilai Aswaja An-Nahdliyah. “Sebab banyak terjadi akhir-akhir ini masjid yang awalnya beramaliah Aswaja An-Nahdliyah berubah dengan ajaran paham radikal yang gemar mengafirkan dan membid’ahkan amaliah warga NU,” urainya.
Padahal sejumlah masjid itu awalnya didirikan oleh warga NU. Bahkan masjid dihibahkan untuk syiar NU. “Namun karena warga NU lebih senang shalat di rumah, akhirnya masjid dikuasai oleh orang lain dengan paham yang bertolak belakang dengan ajaran Aswaja An-Nahdliyah,” jelasnya.
Kondisi tersebut banyak terjadi di komplek perumahan. “Karena itu, saya mengapresiasi inisiatif takmir dan jamaah masjid Abu Adenan yang memproklamirkan masjid ini sebagai masjid yang berpedoman pada amaliah, ubudiyah dan i'tikadiyah Aswaja An-Nahdliyah,” pungkasnya. (Ibnu Nawawi)