Nasional

Hormati dan Hargai Keputusan MK untuk Penghayat Kepercayaan

Kam, 9 November 2017 | 03:02 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Hukum H Robikin Emhas memaklumi putusan MK yang mengabulkan pencantuman penghayat kepercayaan di kolom Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el) dan Kartu Keluarga (KK). 

Karena menurutnya, konstitusi Indonesia telah menjamin persamaan hak dan kedudukan baik di dalam hukum maupun pemerintahan. Maka konsekuensinya, tidak boleh ada warga negara Indonesia yang didiskriminasi baik berdasarkan suku, agama, ras atau golongan (SARA) dalam pelayanan administrasi kependudukannya.

“Karena itu saya bisa memaklumi Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hal itu,” kata Robikin saat dimintai komentar tentang hal itu di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (8/11). 

Dengan demikian, pasal 61 ayat 1 dan dan 64 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk yang mengatur penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama, secara serta merta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Pria yang juga menjadi Advokat Konstitusi ini berharap, seluruh warga negara Indonesia bisa menghargai dan menghormati keputusan MK tentang pencantuman penghayat kepercayaan pada Kartu Keluarga KK dan KTP elektronik ini.

“Maka setiap warga negara di Republik Indonesia ini harus menghargainnya, menghormatinnya,” kata alumnus Pesantren Miftahul Huda Gading, Malang ini.

Hal tersebut, di antara bentuk sikap patuh dan hormat pada hukum. Terlebih putusan MK juga bersifat final and binding (final dan mengikat), maka, tidak ada pilihan bagi warga negara Indonesia selain harus menghormati dan mematuhi putusan itu.

Namun demikian, agama dan aliran kepercayaan tidaklah sama dan sebangun.

“Mengutip Gus Dur, syahadat mereka baru syahadat tauhid. Belum syahadat rasul. Tantangannya bagi Nahdlatul Ulama adalah bagaimana dakwah kita menjangkau mereka,” ujar Robikin.

Sebelumnya, pada Selasa (7/11) Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk elektronik tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)