Nasional

HPN Bahas Tantangan Bisnis di Tengah Covid-19 Bersama Ilham Habibie

Sel, 23 Juni 2020 | 08:30 WIB

HPN Bahas Tantangan Bisnis di Tengah Covid-19 Bersama Ilham Habibie

Era digital seperti saat ini, dibutuhkan usaha bisnis yang menggunakan teknologi cerdas

Jakarta, NU Online

Menjalani bisnis di tengah pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi para pelaku usaha. Agar usahanya bisa tetap bertahan, dibutuhkan inovasi cerdas dan pelayanan yang berbeda. 


Ketua Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Ing Ilham Habibie mengatakan, era digital seperti saat ini, dibutuhkan usaha bisnis yang menggunakan teknologi cerdas. Menurut dia, hampir seluruh sektor usaha membutuhkan penggunaan teknologi yang disebutnya sebagai teknologi cerdas atau tech agility. 


Tech agility adalah kemampuan dengan cepat, kita bereaksi pada perubahan-perubahan teknologi. Dalam hal ini tentu saya kira tekhnologi agility itu sangat erat kaitannya dengan yang kita kenal sebagai inovasi,” kata putra Presiden RI ketiga BJ Habibie ini saat mengisi Diskusi Virtual bertajuk Biz & Tech Agility For The New Normal, Selasa (23/6). 


Kegiatan yang diselenggarakan Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN), Pengurus Pusat ISMI, Zamrud Consulting, Santri Milenial Center dan Pas Solving tersebut membicarakan banyak hal terkait bisnis di era pandemi terutama soal bagaimana nasib para pengusaha di era normal baru. 


Menurut pakar penerbangan yang lahir di Jerman 16 Mei 1963 ini, ketika ingin menggunakan teknologi, maka harus ada perubahan tata kelola bisnis yang dilakukan pelaku usaha. Artinya, produksi yang dilakukan tetap sama, tapi terdapat perubahan besar pada target dan manajerial perusahaan misalnya cakupannya yang diperluas atau memberikan pelayanan yang jauh berbeda dari sebelumnya. 


“Kalau bicara teknologi yang harus kita ingat memang harus berubah,” tuturnya di hadapan ratusan pelaku usaha yang hadir. 


Ia menambahkan, ada 4 yang harus diperhatikan pelaku usaha agar bisnisnya bisa tetap maju di era digital seperti saat ini. Pertama, kata dia, gunakanlah teknologi paling baru, kemudian berikan pelayanan atau tata kelola bisnis yang berbeda. Ketiga, jangkauan bisnis dan produksi usaha yang harus lebih luas serta dilakukan secara kombinasi. 


“Saya ulangi, yang baru, yang berbeda, yang ekspansif atau yang konvergen. Semuanya ada perubahan teknologi yang kita temukan,” ucap mantan direktur utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI) ini. 


Ketika bisnis sudah menggunakan teknologi maka tentu harus ada kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan produksi sebelumnya. Selain itu, percepatan proses produksi sangat diharuskan sebab tujuan utama penggunaan teknologi adalah untuk mempercepat pekerjaan. 


“Misalnya kita tetap produksi mobil tapi kelas teknologi disruptif, bukan saja membuat produk bersama lebih baik tapi ada perubahan itu sendiri menjadi sesuatu yang berbeda. Paling gampang kita ingat adalah internet,” katanya. 


Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN) Dripa Sjabana mengatakan, tujuan dilakukannya diskusi virtual tersebut yakni agar perusahaan memahami dan memanfaatkan business agility, technology agility, dan digital transformation sehingga benar-benar bisa beradaptasi dengan perubahan. 


Selain itu, diharapkan kepada para pelaku usaha memahami kebutuhan pelanggan setelah banyak berdialog dengan para narasumber. Titik tekannya, para pelaku usaha dapat bertahan, bahkan berkembang pada fase new normal. 


“Kemudian para pelaku usaha atau perusahaan dapat menyusun strategi bisnis yang adaptif dengan fase new normal dan perubahan-perubahan mendasar (disrupsi) lainnya,” katanya. 

 

Tayangan ulang kegiatan diskusi ini dapat disaksikan melalui YouTube 164 Channel di (LIVE) BIZ & TECH AGILITY FOR THE NEW NORMAL.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori 
Editor: Abdullah Alawi