Nasional

Idul Adha, Momentum Menggerus Ego Materialisme Manusia

NU Online  Ā·  Senin, 12 September 2016 | 05:26 WIB

Jember, NU Online
Tidak puas dan selalu kurang. Senantiasa ingin menguasai dan tak mau berbagi. Itulah yang secara umum menjadi kecenderungan karakter manusia. Demikian salah satu untaian kalimat khutbah Idul Adha yang disampaikan Wakil Sekretaris PCNU Jember, Ustadz Mochammad Eksan di Masjid Jihadil Muttaqien, Karang Mlowo, Kelurahan Mangli, Kabupaten Jember, Senin (12/9).

Menurut Eksan, nafsu manusia untuk selalu berkuasa dan menguasai materi merupakan pemicu rusaknya peradaban di muka bumi. Karena itu, ā€œIdul Adha harus dijadikan momentum untuk menggerus ego materialisme manusia yang tak ada batasnya dan menyingkirkan ego berkuasaĀ  manusia yangĀ  selalu berkobar. Inilah momentumnya mengubur ego-ego itu,ā€ paparnya.

Pengasuh Pesantren Nurul Islam (Nuris) 2, Mangli itu memaparkan betapa peristiwa berkurbannya Nabi Ibrahim mempunyai makna penting terkait dengan perlawanan untuk menyingkirkan nafsu duniawi manusia. Dikatakannya, Nabi Ibrahim berkurban dengan 1000 ekor kambing, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Jika dirupiahkan, nilai kurban tersebut mencapai sekitar 10 miliar rupiah. Sebuah nilai yng sangat besar, bahkan terbesar dalam sejarah peradaban manusia.

ā€œDengan berkurban sebanyak itu, Nabi Ibrahim sesungguhnya ingin melawan ego materialisme yang dimiliki manusia. Bahwa harta sebanyak apa pun tak ada gunanya jika tak bemanfaat untuk sesama,ā€ ungkapnya.

Ustadz Eskan menambahkan bahwa esensi ajaran berkurbanĀ  adalah semangat untuk memberi terhadap sesama yang tak terbatas oleh dimensi ruang dan waktu. Berkurban, katanya, merupakan salah satu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan pada saat yang sama, orang yang berkurban juga menjalin kedekatan denganĀ  orang lain. Missi vertikalnya diraih, dan misi sosial-horisontalnyaĀ  juga didapat. Demikian juga, dalam menjalani kehidupan sehari-hari, keduaĀ  missi itu tak boleh tercecer salah satunya. Keduanya harus selalu berjalan beriringan.

ā€œHablum minallah dan hablum minannas adalah bagaikan dua sisi mata uang, yang hanya bisa dibedakan namun tak bisa dipisahkan. Tuhan dan manusia dalam altar sejarah merupakan suatu kesatuan dalam visi, misi dan program kebudayaan dan peradaban manusia,ā€ jelasnya. (Aryudi A Razaq/Mahbib)