Nasional OBITUARI

Indonesia Kehilangan Pak Misbach

Rab, 11 April 2012 | 04:10 WIB

Jakarta, NU Online

Aktivis Lesbumi dan sutradara serta penulis skenario kondang Misbach Yusa Biran pulang ke Rahmatullah pada pukul tujuh tadi di Eka Hospital, Serpong, Tangerang, Banten, Rabu (11/4).

<>

Aktor senior Alex Komang berduka atas kepergian Misbach Yusa Biran. "Kita kehilangan tokoh besar. Pengabdian Pak Misbach pada sejarah film nasional tak akan dilupakan. Almarhum menulis, menyutradarai, mendokumentasi, mendidik dan mewarnai film Indonesia," kata Alex.

"Saya murid di kelas semacam kursus penulisan skenario. Beliau disiplin sekali mendidik murid-muridnya, sehingga hampir membuat saya tidak lulus," kenang Alex yang sedang sibuk menyiapkan Musyawarah Film Nasional besok siang, di PBNU.

"Alex, sini duduk sebentar. Lalu almarhum membenahi tata cara menulis. Memberi catatan, bicara etika menulis," lanjutnya.

Alex mengaku menghormati keluarga almarhum. "Ya, semua istri saya kenal baik, dan menghormatinya," ujarnya. Almarhum meninggalkan satu istri, Nani Widjaja yang juga aktris terkenal, serta empat orang anak.

"Pak Misbach itu sineas yang sekarang ini jarang kita temui, karena beliau juga seorang aktivis," pungkas Alex.

Misbach lahir di Lebak-Banten, 11 September 1933. Almarhum aktif di kesenian sejak di sekolahan tahun 50an. Karir perfilmannya dimulai dengan bekerja di Perusahaan Film Nasional pimpinan Usmar Ismail.

Film berjudul Dibalik Tjahaja Gemerlapan (1967) besutannya mendapat penghargaan untuk kategori Sutradara Terbaik. Sementara skenarionya yang diberi penghargaan tertinggi dalam FFI berjudul Menjusuri Djedjak Berdarah.

Selain seorang seniman, ia juga tercatat sebagai peneliti di sejarah film Indonesia. Karyanya antara lain Sejarah Film 1900-1950: Bikin Film di Jawa ini.

Bukunya yang sangat berguna bagi para sineas adalah Teknik Menulis Skenario Film Cerita (2007). Di dunia sastra, cerpen-cerpen almarhum sangat dihormati. Keajaiban di Pasar Senen (1971), Oh, Film (1973) adalah buku cerpen yang jadi bahan perbincangan.

Karya Jusa Biran yang tidak bandingnya, dalam sejarah perfilman nasional, adalah Sinematek Indonesia yang berdiri tahun 1975. Sinematek adalah satu-satunya lembaga yang mendokumentasikan film nasional.

Kiprah Misbcah di Lesbumi awalnya karena diajak para seniornya di dunia film, yakni Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, dan Asrul Sani. Tapi belakangan, seperti kesaksiannya di buku Lesbumi, ia memimpin Lesbumi Jakarta hingga menjadi Lesbumi yang paling aktif. "Saya masuk Lesbumi karena ingin memerjuangkan Islam," tulis almarhum.

"Kita kehilangan Pak Misbach, NU kehilangan, Lesbumi Kehilangan, film kehilangan. Indonesia Kehilangan Pak Misbach," ujar Alex Komang datar.

 

Penulis: Hamzah Sahal