Nasional

Ini 6 Pernyataan Sikap Gusdurian soal Bentrok di Pulau Rempang Batam

Ahad, 10 September 2023 | 15:00 WIB

Ini 6 Pernyataan Sikap Gusdurian soal Bentrok di Pulau Rempang Batam

Logo Gusdurian (Foto: Dok NU Online)

Jakarta, NU Online
Bentrokan yang terjadi antara aparat kepolisian dan warga di Pulau Rempang, Batam pada 7 September 2023, menjadi sorotan banyak pihak, termasuk Komunitas Gusdurian. Gerakan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan ini mengeluarkan 6 pernyataan sikap soal bentrokan tersebut. 

 

Berikut keenam poin pernyataan sikap Gusdurian yang ditandatangi langsung oleh Direktur Jaringan Gusdurian, Hj Alissa Qotrunnada Wahid:

  1. Mengecam kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan yang dilakukan oleh aparat gabungan ketika pengukuran lahan. Aparat harus menghormati hak asasi warga negara terutama hak atas keadilan dan perlakuan yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
  2. Meminta kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk menarik aparat gabungan dari Pulau Rempang serta melakukan penyelidikan dan sanksi bagi aparat yang melakukan kekerasan dan tindakan ugal-ugalan terhadap warga sipil. Polri dan TNI harus memiliki pedoman penanganan konflik yang berperspektif melindungi, bukan melukai
  3. Meminta pemerintah untuk menghentikan praktik perampasan tanah (land grabbing) dan memastikan perlindungan dan pengakuan terhadap seluruh hak dasar masyarakat adat
  4. Meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali pelaksanaan proyek strategis nasional sehingga benar-benar digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Termasuk di dalamnya memastikan terlaksananya partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari warga negara
  5. Pemerintah juga perlu memberi santunan dan biaya pengobatan untuk warga yang menjadi korban dari tragedi kemarin
  6. Meminta Presiden Jokowi memberi perhatian lebih dalam pengerjaan proyek strategis nasional dengan menjunjung tinggi implementasi Pancasila khususnya Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
 

Sebelumnya diberitakan, Alissa Wahid menilai bentrokan di Pulau Rempang itu sama sekali tak mencerminkan demokrasi. Ia menegaskan demokrasi seharusnya mampu memberikan perlindungan kepada setiap warga negara. 

 

"Apa yang hari ini terjadi di Rempang, itu kepentingan negara, proyek strategis negara tapi mengorbankan rakyat. Tidak seperti itu yang namanya demokrasi. Demokrasi adalah perlindungan terhadap setiap warga negara," ucap Alissa Wahid.

 

Ia juga mengecam aksi penembakan gas air mata yang dilakukan aparat kepolisian dalam menertibkan massa. Menurutnya, gas air mata tidak semestinya digunakan serampangan. Apalagi menembakkannya kepada warga.

 

"Gas air mata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi ke rakyat yang sedang mempertahankan kelangsungan hidup. Harus ada alasan kuat," jelasnya.

 

Bentrokan yang terjadi  di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, pada Kamis, bermula dari penolakan pengukuran lahan untuk proyek strategis nasional oleh Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam). 

 

Penolakan itu disebabkan ancaman hilangnya ruang hidup puluhan ribu warga yang sudah mendiami wilayah itu secara turun menurun sejak 1834. Sebanyak 16 kampung adat di Pulau Rempang dan Pulau Galang, Kepulauan Riau terancam tergusur oleh pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City. 

 

Rencananya kawasan industri yang terintegrasi dengan perdagangan hingga wisata dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektar atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare. BP Batam beralasan proyek ini demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Proyek tersebut mulai dibahas pada 2004 kemudian mendapat lampu hijau setelah pemerintah memasukkannya sebagai proyek strategis nasional tahun 2023.


Gabungan aparat Polri dan TNI yang mengawal tim pengukur kemudian melakukan tindakan represif terhadap warga yang menolak adanya pengukuran tersebut. Aparat menembakkan gas air mata, menangkap para pemimpin aksi protes, dan melakukan kekerasan fisik kepada sejumlah warga yang berupaya mempertahankan hak hidupnya. Sejumlah pelajar Sekolah Dasar diberitakan pingsan dan mengalami gangguan pernapasan yang diakibatkan tindakan aparat dalam menangani aksi massa menggunakan gas air mata.